Kamis, 09 November 2017

PERANG BADAR secara Singkat

PERANG BADAR
Perang Badar adalah  perang pertama yang terjadi dalam Islam. Disebut dengan perang Badar karena perang ini terjadi disuatu daerah bernama Badar. Badar merupakan nama tempat di luar Bandar Madinah.[1]Peperangan antara kaum muslimin melawan kaum musyrikin dari Mekkah, peperangan ini sangat dimuliakan kaum muslimin dan dikenang selalu, serta Allah SWT memuliakan peperangan ini. Allah mengatakan dalam al-Qur’an yang artinya “berbuatlah apa saja yang kalian mau setelah perang Badar ini, Allah telah mengampuni kalian”, ini ditujukan kepada orang-orang yang ikut serta dalam perang Badar.
A.                Kronologi Perang
Perang Badar merupakan puncak pertikaian antara kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy Mekah. Peperangan ini disebabkan oleh tindakan pengusiran dan perampasan harta kaum muslim yang dilakukan oleh musyrikin Quraisy. Kemudian kaum musyrikin Quraisy terus-menerus berusaha menghancurkan kaum muslimin, agar perniagaan dan sesembahan mereka terjamin.[2] Perang ini terjadi pada 17 Ramadhan 2 Hijriah atau 13 Maret 624 Masehi di lembah Badar.
Ketika sahabat Rasul berada di Mekkah, kemudian diperintahkan untuk hijrah ke Madinah, orang-orang kafir Quraisy berbuat kejahatan terhadap kaum muslimin. Hal ini membuat Rasulullah ingin mengembalikan hak-hak sahabatnya yang telah dirampas oleh kaum musyrikin Quraisy. Kemudian terdengar sebuah berita bahwa ada sebuah kafilah kafir Quraisy terbesar yang dipimpin oleh Abu Sufyan dengan 40 orang penjaga. Kafilah tersebut membawa harta yang melimpah milik penduduk Mekkah, ada sekitar seribu ekor unta yang sarat dengan muatan bernilai lebih kurang 50.000 dinar emas.[3] Mendengar hal itu Rasulullah SAW membentuk pasukan 313, untuk menyerang kafilah tersebut.
Sebagaimana Allah telah berfirman dalam surah al-Anfal ayat 5-6 yang artinya “Sebagaimana Rabbmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. Mereka membantahmu tentang kebenaran yang sudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu).”[4] Menurut tafsir al-Maraghi, Allah mengatur harta rampasan perang dengan kebenaran sebagaimana Allah menyuruh Nabi SAW keluar dari rumahnya yaitu Madinah untuk berperang ke Badr dengan kebenaran pula. Menurut tafsir ulama lain ialah keluar untuk berperang. Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad keluar dengan tujuan untuk mencegah kafilah saja. Sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya, oleh sebab itu Rasul tidak memberikan perintah tegas kepada siapapun untuk ikut serta. Banyak sahabat yang tetap tinggal dalam rumah mereka di Madinah, mereka mengira kepergian Rasulullah untuk pertempuran.
Abu Sufyan yang merupakan pemimpin kafilah, akan pulang ke Mekkah  mengirim mata-mata sebelum melewati Madinah untuk mengetahui adakah pasukan dari kaum muslimin yang akan mencegat kafilahnya. Disisi lain, Nabi SAW juga mengutus dua orang mata-mata yaitu Basbas bin Amr dan Adi bin Abi az-Zaghba, saat yang bersamaan Abu Sufyan juga mencari informasi mengenai penyerangan yang akan dilakukan oleh kaum muslimin. Kemudian tak berapa lama, dia mendapatkan informasi bahwa Nabi Muhammad sudah mengutus para sahabatnya untuk mencegat kafilah.[5] Pada saat itu pula Abu Sufyan segera mengutus Dhamdam bin Amr al-Ghifari ke Mekkah untuk memberitakan bahwa pasukan kaum muslimin akan segera datang ke Badr. Dhamdham diminta untuk menyampaikan kepada masyarakat Mekkah agar mengirimkan bantuan dengan caranya sendiri. Seraya masyarakat Mekkah bergegas pergi beramai-ramai selain Abu Lahab.
Rasulullah bersama Abu Bakar pun keluar mencari informasi mengenai pasukan dari Mekkah. Kemudian keduanya bertemu dengan seorang tua dari kalangan Arab Badui[6] dan bertanya kepadanya tanpa memberi tahu identitas yang sebenarnya. Setelah mendapat informasi, Rasulullah dan Abu Bakar meninggalkan orang tua itu. Pada sore harinya, Rasulullah mengutus Ali bin Abi Thalib, Az-Zubair bin Al-Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash bersama beberapa orang sahabatnya menuju perairan yang ada di kawasan Badar untuk mencari berita tentang kaum Quraisy.[7] Kemudian mereka bertemu dengan dua orang budak dari kaum musyrikin Quraisy yang sedang mengambil air untuk pasukan perang mereka. Kedua budak tersebut lalu dibawa ke hadapan Rasulullah, dari kedua budak tersebut didapatkan informasi mengenai jumlah pasukan Quraisy.
Rasulullah SAW segera keluar dari Madinah bersama 313 pasukan dengan peralatan perang yang seadanya. Mereka hanya mempunyai 2 ekor kuda, yang ditunggangi bergantian oleh para sahabat nabi dan 70 ekor unta. Mendengar kesiagaan kaum muslimin, Abu Sufyan menyusuri jalan lain, ia melewati jalan pantai. Setelah Abu Sufyan dan kafilahnya selamat, ia mengirimkan surat kepada kaum Quraisy yang telah siap untuk berperang, agar mereka segera kembali. Karena tujuan mereka keluar dari Mekkah adalah untuk menyelamatkan kafilah mereka. Saat itu mereka sudah bersiap untuk pulang, namun Abu Jahal sangat berantusias dalam hal ini, ia dan pasukan kurang lebih 1000 orang siap berperang. Setibanya kaum muslimin, dan kedua pihak saling berhadapan. Melihat pasukan Quraisy yang sangat bnyak dan membawa peralatan perang yang lengkap, kemudian Raasulullah berdoa: “Ya Allah, Ini orang-orang Quraisy telah menyongsong dengan kesombongan dan keangkuhannya, menentangMu dan mendustakan RasulMu. Ya Allah, kami hanya memohon pertolonganMu yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, hancurkanlah esok hari.”[8]
Tiga tokoh dari kaum Quraisy Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, dan Al-Walid bin Utbah. Dari kaum muslimin yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abi Thalib, dan Ubaidah bin Al-Harits. Peperangan ini kemudian dimulai dengan Ubaidah yang melawan Utbah bi Rabi’ah, Hamzah menghadapi Syaibah dan Ali berhadapan dengan al-Walid. Akhirnya ketiganya dapat dikalahkan, namun Ubaidah mendapat luka yang cukup parah dan akhirnya meninggal dunia. Melihat ketiga tokoh dari kaum musyrikin terbunuh, orang-orang musyrikin marah dan menyerang kaum muslimin. Kaum muslimin menghadapi pasukan musyrikin dengan tenang dan teguh dengan posisi bertahan.
Rasulullah bermunajat kepada Allah dan memohon kemenangan yang telah dijanjikanNya. Atas kehendak Allah SWT, malaikat Jibril turun. Riwayat Muhammad bin Ishaq, Rasulullah bersabda: “Bergembiralah Abu Baka, pertolongan Allah sudah datang. Ini Jibril sedang memegang tengkuk kuda guna memacunya, yang pada gigi serinya terdapat debu.”[9]
Pertempuran berakhir dengan kekalahan di pihak kaum musyrikin dan kemenangan diraih oleh pihak muslimin. Dari pihak kaum muslimin terdapat 14 orang gugur sebagai syuhada, 6 orang dari Muhajirin dan 8 dari Anshar. Sedangkan pihak kaum musyrikin tewas 70 dan 70 orang lainnya ditawan, mayoritas dari mereka ialah komandan, pemimpin, dan ksatria. Semua mayat dimasukkan kedalam sumur yang terletak di jantung kawasan Badar atas perintah Rasulullah SAW.[10]
B.        Dampak Perang
 Peperangan ini menjadikan kekuatan dan keimanan kaum muslimin semakin meningkat. Kaum muslimin menjadi kaum yang paling disegani di Madinah dan sekitarnya.[11] Kaum kafir tidak memperlihatkan kemunafikan mereka, mereka mengaku Islam dihadapan Rasulullah dan sahabatnya. Mereka tidak sepenuhnya menanamkan Islam dihatinya, sehingga Allah mengecam mereka dengan bermacam-macam adzab yang telah dijelaskan dalam ayat-ayat al-Qur’an.
Keyakinan kaum muslimin terhadap Rasulullah semakin bertambah dan banyak dari kaum musyrikin mengakui Muhammad SAW adalah utusan Allah, kemudian mereka masuk Islam. Selain itu, kaum muslimin mendapat keahlian di bidang kemiliteran, mengetahui strategi dalam perang, mendapatkan harta rampasan dan kemasyhuran yang meluas di jazirah Arab.
Pihak kaum musyrikin Quraisy mendapatkan kerugian yang sangat parah, dalam perang ini Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf, Utbah, dan pemimpin perang lainnya terbunuh. Penduduk Mekkah merasakan duka yang sangat mendalam, banyak keluarga mereka mati terbunuh ataupun menjadi tawanan. Selain kesedihan atas kerabat, mereka juga mendapat kecaman perdagangan serta kekuasaan mereka di Hijaz. Demikianlah kerugian serta duka yang mendalam yang dirasakan oleh orang-orang Mekkah.




[1] Abdurrahman bin Abdul Karim, Kitab Sejarah Nabi Muhammad SAW, (Yogyakarta:  DIVA Press, 2013), hlm. 425.
[2] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 74.
[3] Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Perjalan Hidup Rasul Yang Agung MUHAMMAD Dari Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir, (Jakarta: Darul Haq, 2012), hlm. 295.
[4] Ibid., hlm. 302.
[5] Ibid., hlm. 297.
[6] Ali Muhammad Ash-Shallabi, Sejarah Lengkap Rasulullah, Jilid 1, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), hlm. 614.
[7] Ibid., hlm. 615.
[8] Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Perjalan Hidup Rasul Yang Agung MUHAMMAD Dari Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir, (Jakarta: Darul Haq, 2012), hlm. 313.
[9] Ibid., hlm.318.
[10]Ibid., hlm.329-330.
[11]Ali Muhammad Ash-Shallabi, Sejarah Lengkap Rasulullah, Jilid 1, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), hlm. 676.

1 komentar: