PERANG
BADAR
Perang Badar
adalah perang pertama yang terjadi dalam
Islam. Disebut dengan perang Badar karena perang ini terjadi disuatu daerah
bernama Badar. Badar merupakan nama tempat di luar Bandar Madinah.[1]Peperangan
antara kaum muslimin melawan kaum musyrikin dari Mekkah, peperangan ini sangat
dimuliakan kaum muslimin dan dikenang selalu, serta Allah SWT memuliakan
peperangan ini. Allah mengatakan dalam al-Qur’an yang artinya “berbuatlah apa
saja yang kalian mau setelah perang Badar ini, Allah telah mengampuni kalian”,
ini ditujukan kepada orang-orang yang ikut serta dalam perang Badar.
A.
Kronologi
Perang
Perang Badar
merupakan puncak pertikaian antara kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin
Quraisy Mekah. Peperangan ini disebabkan oleh tindakan pengusiran dan
perampasan harta kaum muslim yang dilakukan oleh musyrikin Quraisy. Kemudian
kaum musyrikin Quraisy terus-menerus berusaha menghancurkan kaum muslimin, agar
perniagaan dan sesembahan mereka terjamin.[2]
Perang ini terjadi pada 17 Ramadhan 2 Hijriah atau 13 Maret 624 Masehi di
lembah Badar.
Ketika sahabat
Rasul berada di Mekkah, kemudian diperintahkan untuk hijrah ke Madinah,
orang-orang kafir Quraisy berbuat kejahatan terhadap kaum muslimin. Hal ini
membuat Rasulullah ingin mengembalikan hak-hak sahabatnya yang telah dirampas
oleh kaum musyrikin Quraisy. Kemudian terdengar sebuah berita bahwa ada sebuah
kafilah kafir Quraisy terbesar yang dipimpin oleh Abu Sufyan dengan 40 orang
penjaga. Kafilah tersebut membawa harta yang melimpah milik penduduk Mekkah,
ada sekitar seribu ekor unta yang sarat dengan muatan bernilai lebih kurang
50.000 dinar emas.[3]
Mendengar hal itu Rasulullah SAW membentuk pasukan 313, untuk menyerang kafilah
tersebut.
Sebagaimana
Allah telah berfirman dalam surah al-Anfal ayat 5-6 yang artinya “Sebagaimana
Rabbmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya
sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. Mereka
membantahmu tentang kebenaran yang sudah nyata (bahwa mereka pasti menang),
seolah-olah mereka dihalau kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab
kematian itu).”[4]
Menurut tafsir al-Maraghi, Allah mengatur harta rampasan perang dengan
kebenaran sebagaimana Allah menyuruh Nabi SAW keluar dari rumahnya yaitu
Madinah untuk berperang ke Badr dengan kebenaran pula. Menurut tafsir ulama
lain ialah keluar untuk berperang. Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad keluar
dengan tujuan untuk mencegah kafilah saja. Sebagian dari orang-orang yang
beriman itu tidak menyukainya, oleh sebab itu Rasul tidak memberikan perintah
tegas kepada siapapun untuk ikut serta. Banyak sahabat yang tetap tinggal dalam
rumah mereka di Madinah, mereka mengira kepergian Rasulullah untuk pertempuran.
Abu Sufyan yang
merupakan pemimpin kafilah, akan pulang ke Mekkah mengirim mata-mata sebelum melewati Madinah
untuk mengetahui adakah pasukan dari kaum muslimin yang akan mencegat
kafilahnya. Disisi lain, Nabi SAW juga mengutus dua orang mata-mata yaitu
Basbas bin Amr dan Adi bin Abi az-Zaghba, saat yang bersamaan Abu Sufyan juga
mencari informasi mengenai penyerangan yang akan dilakukan oleh kaum muslimin.
Kemudian tak berapa lama, dia mendapatkan informasi bahwa Nabi Muhammad sudah
mengutus para sahabatnya untuk mencegat kafilah.[5]
Pada saat itu pula Abu Sufyan segera mengutus Dhamdam bin Amr al-Ghifari ke
Mekkah untuk memberitakan bahwa pasukan kaum muslimin akan segera datang ke
Badr. Dhamdham diminta untuk menyampaikan kepada masyarakat Mekkah agar
mengirimkan bantuan dengan caranya sendiri. Seraya masyarakat Mekkah bergegas
pergi beramai-ramai selain Abu Lahab.
Rasulullah
bersama Abu Bakar pun keluar mencari informasi mengenai pasukan dari Mekkah.
Kemudian keduanya bertemu dengan seorang tua dari kalangan Arab Badui[6]
dan bertanya kepadanya tanpa memberi tahu identitas yang sebenarnya. Setelah
mendapat informasi, Rasulullah dan Abu Bakar meninggalkan orang tua itu. Pada
sore harinya, Rasulullah mengutus Ali bin Abi Thalib, Az-Zubair bin Al-Awwam,
Sa’ad bin Abi Waqqash bersama beberapa orang sahabatnya menuju perairan yang ada
di kawasan Badar untuk mencari berita tentang kaum Quraisy.[7]
Kemudian mereka bertemu dengan dua orang budak dari kaum musyrikin Quraisy yang
sedang mengambil air untuk pasukan perang mereka. Kedua budak tersebut lalu
dibawa ke hadapan Rasulullah, dari kedua budak tersebut didapatkan informasi
mengenai jumlah pasukan Quraisy.
Rasulullah SAW
segera keluar dari Madinah bersama 313 pasukan dengan peralatan perang yang
seadanya. Mereka hanya mempunyai 2 ekor kuda, yang ditunggangi bergantian oleh
para sahabat nabi dan 70 ekor unta. Mendengar kesiagaan kaum muslimin, Abu
Sufyan menyusuri jalan lain, ia melewati jalan pantai. Setelah Abu Sufyan dan
kafilahnya selamat, ia mengirimkan surat kepada kaum Quraisy yang telah siap
untuk berperang, agar mereka segera kembali. Karena tujuan mereka keluar dari
Mekkah adalah untuk menyelamatkan kafilah mereka. Saat itu mereka sudah bersiap
untuk pulang, namun Abu Jahal sangat berantusias dalam hal ini, ia dan pasukan
kurang lebih 1000 orang siap berperang. Setibanya kaum muslimin, dan kedua
pihak saling berhadapan. Melihat pasukan Quraisy yang sangat bnyak dan membawa
peralatan perang yang lengkap, kemudian Raasulullah berdoa: “Ya Allah, Ini
orang-orang Quraisy telah menyongsong dengan kesombongan dan keangkuhannya,
menentangMu dan mendustakan RasulMu. Ya Allah, kami hanya memohon pertolonganMu
yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, hancurkanlah esok hari.”[8]
Tiga tokoh dari
kaum Quraisy Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, dan Al-Walid bin Utbah.
Dari kaum muslimin yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abi Thalib, dan
Ubaidah bin Al-Harits. Peperangan ini kemudian dimulai dengan Ubaidah yang
melawan Utbah bi Rabi’ah, Hamzah menghadapi Syaibah dan Ali berhadapan dengan
al-Walid. Akhirnya ketiganya dapat dikalahkan, namun Ubaidah mendapat luka yang
cukup parah dan akhirnya meninggal dunia. Melihat ketiga tokoh dari kaum
musyrikin terbunuh, orang-orang musyrikin marah dan menyerang kaum muslimin.
Kaum muslimin menghadapi pasukan musyrikin dengan tenang dan teguh dengan
posisi bertahan.
Rasulullah
bermunajat kepada Allah dan memohon kemenangan yang telah dijanjikanNya. Atas
kehendak Allah SWT, malaikat Jibril turun. Riwayat Muhammad bin Ishaq,
Rasulullah bersabda: “Bergembiralah Abu Baka, pertolongan Allah sudah datang.
Ini Jibril sedang memegang tengkuk kuda guna memacunya, yang pada gigi serinya
terdapat debu.”[9]
Pertempuran
berakhir dengan kekalahan di pihak kaum musyrikin dan kemenangan diraih oleh
pihak muslimin. Dari pihak kaum muslimin terdapat 14 orang gugur sebagai
syuhada, 6 orang dari Muhajirin dan 8 dari Anshar. Sedangkan pihak kaum
musyrikin tewas 70 dan 70 orang lainnya ditawan, mayoritas dari mereka ialah
komandan, pemimpin, dan ksatria. Semua mayat dimasukkan kedalam sumur yang
terletak di jantung kawasan Badar atas perintah Rasulullah SAW.[10]
B. Dampak Perang
Peperangan ini menjadikan kekuatan dan
keimanan kaum muslimin semakin meningkat. Kaum muslimin menjadi kaum yang
paling disegani di Madinah dan sekitarnya.[11]
Kaum kafir tidak memperlihatkan kemunafikan mereka, mereka mengaku Islam
dihadapan Rasulullah dan sahabatnya. Mereka tidak sepenuhnya menanamkan Islam
dihatinya, sehingga Allah mengecam mereka dengan bermacam-macam adzab yang
telah dijelaskan dalam ayat-ayat al-Qur’an.
Keyakinan kaum
muslimin terhadap Rasulullah semakin bertambah dan banyak dari kaum musyrikin
mengakui Muhammad SAW adalah utusan Allah, kemudian mereka masuk Islam. Selain
itu, kaum muslimin mendapat keahlian di bidang kemiliteran, mengetahui strategi
dalam perang, mendapatkan harta rampasan dan kemasyhuran yang meluas di jazirah
Arab.
Pihak kaum
musyrikin Quraisy mendapatkan kerugian yang sangat parah, dalam perang ini Abu
Jahal, Umayyah bin Khalaf, Utbah, dan pemimpin perang lainnya terbunuh.
Penduduk Mekkah merasakan duka yang sangat mendalam, banyak keluarga mereka
mati terbunuh ataupun menjadi tawanan. Selain kesedihan atas kerabat, mereka
juga mendapat kecaman perdagangan serta kekuasaan mereka di Hijaz. Demikianlah
kerugian serta duka yang mendalam yang dirasakan oleh orang-orang Mekkah.
[1]
Abdurrahman bin Abdul Karim, Kitab Sejarah Nabi Muhammad SAW, (Yogyakarta: DIVA Press, 2013), hlm. 425.
[2]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm.
74.
[3]
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Perjalan Hidup Rasul Yang Agung
MUHAMMAD Dari Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir, (Jakarta: Darul Haq,
2012), hlm. 295.
[4]
Ibid., hlm. 302.
[5]
Ibid., hlm. 297.
[6]
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Sejarah Lengkap Rasulullah, Jilid 1, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2012), hlm. 614.
[7]
Ibid., hlm. 615.
[8]
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Perjalan Hidup Rasul Yang Agung
MUHAMMAD Dari Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir, (Jakarta: Darul Haq,
2012), hlm. 313.
[9]
Ibid., hlm.318.
[10]Ibid.,
hlm.329-330.
[11]Ali
Muhammad Ash-Shallabi, Sejarah Lengkap Rasulullah, Jilid 1, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2012), hlm. 676.
Peristiwa Perang Badar
BalasHapus