Muhammad bin Tughluq
Muhammad bin Tughluq adalah anak dari Ghiyatsuddin Tughluq. Sebelum
menjadi sultan, ia dikenal dengan sebutan Jawna atau Malik Fakhruddin Jawna,
karena kecakapannya ia diberi gelar Ulugh Khan dan merupakan sebagai pewaris
tahta. Layaknya putra raja, ia memperoleh pendidikan militer dan kesusasteraan
baik dalam bahasa Arab, maupun Persia. Ia dikenal sangat dekat dengan penyair,
sufi dan ulama.
Muhammad bin Tughluq mengambil nama Abul al-Mujahid saat
menjadi sultan, nama tersebut diambil dari keluarga raja sama dengan Abu dari
sultan India yaitu Sutan Ghazni dan Sultan Ghuri dari Afganistan. Sultan sangat
kuat dalam memegang prinsip-prinsip agama dan menjalankan ibadah sholat dengan
tekun. Ia merupakan sosok yang taat beragama, sehingga ia memberikan hukuman
yang seberat-beratnya kepada rakyat yang melalaikan ibadah tersebut. Setelah
Muhammad bin Tughluq naik tahta, ia memperoleh gelar Sultan Muhammad bin
Tughluq (Bapa Para Penguasa di Jalan Tuhan). Muhammad bin Tughlug menerapkan
sebuah kebijakan pro-Sunni. Ia mempertegas mandatnya sebagai seorang pejuang
Muslim dengan mempertahankan India dari berbagai serangan yang dilakukan oleh
Mongol.
Muhammad bin Tughluq wafat pada 21 Muharram 752/ 20 Maret 1352 M di
Thatta di antara Sind dan Gujarat. Ia menghadapi pemberontakan-pemberontakan
yang terjadi secara beruntun pada 1325-1351 M. Kemudian pemerintahannya jatuh
kepada kemenakannya yaitu Firuz Shah.
Muhammad ibn Tughlaq (1325-1351 M) terkenal dengan lima buah
gagasan yang terpuji, namun semua usahanya gagal. Pertama, proyek pemindahan
ibukota dari Delhi ke Deongir. Kedua, ekspedisi ke Khurasan. Usaha penakhlukkan
Qarachil, yang merupakan sebuah tempat dibagian Utara India (kaki gunung
Himalaya. Keempat, mencetak mata uang. Kelima, penambahan pajak di Doab daerah
subur di Allahbad.
a.
Pemindahan
Ibu Kota
Sultan memindahkan ibukota ke Deogir pada tahun 1329 M. Hal ini
dilakukan untuk menyejahterakan rakyat di daerah selatan dan mengislamkan
daerah tersebut. Keputusan Muhammad bin Tughluq yaitu pemindahan Ibukota kedua
di selatan pada 1327-1328 M, pemindahan tersebut terjadi adanya pengulangan
pemberontakan di bagian selatan, Sultan memindahkan Ibukota juga untuk
memudahkan koordinasi bagi seluruh propinsi dari Kesultanan Delhi ke Deogir
yang diganti nama menjadi Daulatabad.
b.
Ekspedisi
Khurasan
Sultan merupakan sosok yang ambisius sehingga Ia mengirim pasukan
ekspedisi berjumlah 370.000 yang telah dipersiapkan selama satu tahun dan
dibiayai oleh negara dibatalkan. Hal ini disebabkan karena mulanya ia
bekerjasama dengan Termasirin, penguasa Mongol dan al-Nasir (penguasa Mesir)
untuk menaklukkan pemerintahan Khurasan yang saat itu dipimpin oleh Abu Said.
Usaha yang dilakukan ini gagal karena Termasirin telah berganti kekuasaan,
sedangkan al-Nasir membelok pada Abu Said, sehingga hal ini juga menggagalkan
rencananya.
c.
Ekspedisi
Qarachil
Qarachil merupakan tempat di Utara India tepatnya berada di kaki
Gunung Himalaya. Ekspedisi yang dilakukan merupakan bagian dari ekspedisi
Khurasan, hal ini terlihat dari jumlah tentara yang dipersiapkan lebih sedikit
yaitu 1000 orang untuk ekspedisi Khurasan dan Tranxiona di wilayah Islam.
d.
Penerapan
Mata Uang
Proyek Sultan yang selanjutnya ialah mencetak uang kertas, Sultan
meminta bantuan kepada China karena pada saat itu China sudah menggunakan uang
kertas. Kemudian Sultan memperkenalkan sistem tersebut untuk menggantikan uang
tembaga dengan uang kertas. Proyek ini dibuat Sultan dengan tujuan untuk
mengisi bendahara yang memburuk dan memperoleh sumber daya yang dapat
diandalkan dalam penaklukan. Ide dari Sultan ini mendapat banyak suara dan
diadopsi oleh dunia modern. Hal ini memang tidak familiar dan spesifik pada
abad ke-14, maka perekonomian tumbang dan pemalsuan yang terjadi pun merupakan
hal yang sudah biasa. Kemudian sultan menarik semua uang kertas baik yang asli
maupun yang palsu.
e.
Penambahan
Pajak
Setelah beberapa proyek yang dilakukan gagal, Muhammad bin Thughluq
menambah pajak guna mengganti mata uang perunggu dengan emas. Penambahan pajak
ini diperkenalkan kepada penduduk Doab pada saat keadaan ekonomi mereka
terpuruk dan bencana kelaparan yang melanda berkepanjangan. Namun dalam keadaan
yang seperti itu, negara tidak memberikan keringanan. Hal ini juga terjadi pada
petugas penarikan pajak, mereka menarik tambahan pajak untuk mereka sendiri
secara keras dan tidak mengambil tindakan cepat terhadap kekerasan yang terjadi
pada petani.
Kebijakan Sultan dalam masalah penambahan pajak yaitu memutuskan
untuk memberikan bantuan pinjaman para petani dan membantu para petani dengan
membajak tanah yang tidak diolah dengan manajemen pemerintahan. Tetapi
obat-obatan datang terlambat sehingga memperlemah kesabaran petani. Pertanian
rusak parah dan para petani Doab menjadi miskin dan akhirnya mereka pergi ke
hutan.
sumber:
Muhammad Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam.
skripsi "Kebijakan Pemerintahan Sultan Muhammad Bin Tughluq Di India (1325-1351) oleh Laili Choiriyah, diterbitkan di Yogyakarta, Fak. Adab UIN SUKA tahun 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar