Rabu, 18 Oktober 2017

Tarekat Bektasyi dan Maulawiyah



MAKALAH
PERAN DUA TAREKAT PADA MASA TURKI UTSMANI



Mata Kuliah Sejarah Umat Islam (Turki dan Persia)
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Siti Maryam, M.Ag


Oleh :
M. Firman Kaisa (NIM. 16120015)
Tri Kodariya Nisa (NIM.16120016)

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2017



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

            Sebagai negara yang menganut sistem kesultanan, Turki Utsmani menjadikan hukum Islam sebagai hukum negara. Hukum negara ini berdasarkan fatwa ulama, karena kerajaan ini  sangat terikat oleh syari’at. Agama mempunyai peranan penting dalam pemerintahan serta kehidupan sosial. Pada masa pemerintahan Sulaiman al-Qanuni, masyarakat yang beragama Islam diwajibkan untuk melaksanakan sholat lima waktu. Hal ini menunjukkan bahwa agama dijadikan sebagai dasar peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat.
Pada masa pemerintahan Turki Utsmani perkembangan kegamaan terlihat sangat pesat. Dapat di lihat dari banyaknya tarekat-tarekat yang bermunculan, terdapat dua tarekat yang paling berkembang, yaitu tarekat Maulawiyah dan tarekat Bektasyiyah.Kedua tarekat ini memiliki peran penting dalam perkembangan bidang keagamaan Turki Utsmani. Penganutnya mayoritas masyarakat sipil dan militer.

B.     Rumusan Masalah

a)      Bagaimana perkembangan tarekat Maulawiyah dan adakah pengaruhnya terhadap pemerintahan Turki Utsmani?
b)      Bagaimana perkembangan tarekat Bektasyiyah dan adakah pengaruhnya terhadap pemerintahan Turki Utsmani?

C.    Tujuan

a)      Untuk mengetahui perkembangan dan pengaruh tarekat yang ada dalam masa pemerintahan Turki Utsmani.
b)      Memberikan wawasan mengenai tarekat-tarekat yang berkembang pada masa Turki Utsmani.



BAB II

PEMBAHASAN


A.  Sejarah Perkembangan Dan Pengaruh Tarekat Maulawiyah

1.      Sejarah Munculnya Tarekat Maulawiyah.
Tarekat Maulawiyah adalah salah satu aliran tarekat, didirikan oleh Maulana (Mevlana) Jalaluddin al-Rumi (605-672 H/1207-1273 M) pada abad ke-13. Tarekat ini berpusat di Konya, Turki.  Nama Maulawiyah di nisbahkan kepada gelar Maulana atau Mevlana,  dalam bahasa Turki. Gelar maulana merupakan gelar kehormatan untuk seorang sufi penyair. Tarekat Maulawiyah juga biasa dikenal dengan sebutan Tarekat Jalalilah, karena didirikan oleh Jalaluddin al-Rumi.
Jalaluddin al-Rumi lahir di Balkh, Persia[1]  pada 30 September 1207 M/604 H.[2] Ayahnya bernama Bahauddin Walad Muhammad bin Husin, seorang pemikir islam yang terkemuka pada masa itu. Beberapa mengatakan bahwa silsilah al-Rumi sampai kepada Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq.
Al-Rumi mulai tertarik terhadap tasawuf ketika bertemu dengan Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmuzi. At-Turmuzi ini adalah bekas murid dari ayahnya ketika mengajar di Balkh. Dari at-Turmuzi inilah al-Rumi mulai tertarik mempelajari tasawuf. Ia belajar kepada at-Turmuzi tentang rahasia pemikirran tasawuf secara mendalam untuk mencapai persatuan dengan Tuhan. Sepeninggal at-Turmuzi Jalaluddin al-Rumi menggantikannya sebagai syekh tarekat.
Pada tahun 1244, sepeninggal at-Turmuzi, al-Rumi bertemu dengan seorang Darwis (pengelana) bernama Syamsuddin at-Tabrizi. Dari pertemuan tersebut kemudian al-Rumi berguru dengan at-Tabrizi. At-Tabrizi ini adalah guru yang sangat dicintai oleh al-Rumi. Ketika at-Tabrizi wafat, al-Rumi menulis Diwan Shams-I Tabriz, kumpulan syair sebagai penghormatan serta ungkapan kesedihan mendalam kepada at-Tabrizi.
Setelah meninggalnya Syamsuddin at-Tabrizi, Al-Rumi menunjuk Salahuddin Zarqub sebagai khalifahnya (pengganti) untuk mengajarkan ritual-ritual Tarekat Maulawiyah. Setelah Salahuddin wafat kemudian digantikan oleh Hasanuddin Hasan bin Muhammad bin Hasan bin Akhi Turk.[3]  Hasanuddin inilah yang kemudian meminta kepada gurunya, Jalaluddin al-Rumi, untuk membuat sebuah karya tasawuf.  Dari permintaan Hasanuddin munculah karya tasawuf yang di beri nama al-Masnawi. Kitab al-Masnawi ini berisi tentang nasihat-nasihat moral sampai kebijaksanaan hidup yang pantas untuk diteladani. Al-Masnawi ini adalah baris-baris sajak Jalaluddin al-Rumi yang ditulis oleh Hasanuddin, terdiri dari 25.000 baris yang terbagi menjadi enam jilid, dan disusun selama 14 tahun.[4]
Tarekat Maulawiyah baru menjadi sebuah lembaga setelah sepeninggal al-Rumi (17 Desember 1273 M/672 H di Konya, Turki), yaitu ketika Tarekat ini di pimpin oleh anaknya, Sultan Walad, pada tahun 1284 M.[5] Sultan Walad mulai mengatur ritual-ritual tarian dan mengukuhkan hirarki tarekat.
2.      Ritual-Ritual Tarekat Maulawiyah.
Sebagai sebuah Tarekat, Tarekat Maulawiyah mempunyai beberapa ritual. Salah satu ritual yang biasanya di adakan seusai sholat jum’at adalah ritual Sama’, yaitu tarian berputar.  Mereka memakai pakaian khusus yang terdiri dari topi yang disebut sikke, baju panjang putih tanpa lengan (tenure), jaket berlengan panjang (destegul), ikat pinggang (elif lam-end), dan sebuah mantel hitam (khirqe). Untuk khirqe ini di lepas sebelum ritual tarian dimulai.
       Ritual sama’ dilakukan dengan diiringi oleh musik dan nyanyian. Dalam upacara tersebut, seorang syekh akan berdiri di sudut yang paling terhormat dan para penari akan melewatinya sebanyak tiga kali. Setiap satu kali melewati mereka member salam, baru kemudian mereka melakukan gerakan berputar-putar. Gerakan ini dilakukan dengan tangan dan kaki yang berputar dengan kecepatan yang perlahan-lahan meningkat. Apabila ada salah satu penari yang semakin lama semakin cepat akan di sentuh oleh salah seorang dari penari yang bertugas untuk menyelaraskan tarian, agar ritme tarian tidak terlalu cepat.
       Tarian ini dimulai dengan diringi oleh nyanyian pujian untuk menghormati Nabi Muhammad dan berakhir dengan nyanyian pendek penuh semangat yang terkadang dinyanyikan dalam bahasa Turki.
       Jalaluddin al-Rumi mengibaratkan tarian ini seperti pembuat anggur yang menginjak buah anggur sehingga tercipta anggur rohani. Sama’ menurut al-Rumi adalah makan rohani seperti zikir yang didalamnya terdapat manusia yang berputar mengitari pusat gaya berat rohani, yaitu Tuhan.[6]
       Ritual Sama’ dilakukan di tempat khusus bernama Tekya, atau ada yang menyebutnya Tekke, yaitu tempat ibadah para sufi Maulawiyah. Ketika saat melakukan ritual Sama’, biasanya diletakkan sebuah kulit domba berwarna merah diatas lantai sebagai symbol keberadaan Samsyuddin at-Tabrizi. Tarian ini memperagakan empat gerakan yang dinamakan salam.[7] Gerakan ini dilakukan selama satu jam, setelah itu baru kemudian pada akhir tarian muncul seorang pir atau guru spiritual di tengah-tengah para penari.
3.      Pengaruh Tarekat Maulawiyah Terhadap Kesultanan Utsmani
Tarekat Maulawiyah mempunyai pengaruh terhadap Kesultanan Utsmani dan dikalangan seniman. Pada 1648 M pemimpin Tarekat Maulawiyah mendapatkan hak istimewa dari Kesultanan Utsmani berupa hak istimewa untuk memakaikan pedang kepada seorang sultan yang baru dilantik. Diantara beberapa sultan yang tercatat sebagai anggota tarekat ini adalah, Sultan Abdul Aziz (1861-1876) dan Sultan Rasyad (Muhammad V, memerintah 1909-1918).
Para sultan Utsmani mendekati Tarekat Maulawiyah untuk menghadapi penganut Tarekat Bektastyi yang mendukung pasukan Jenissary untuk melawan pemerintah. Pada 1634 Sultan Murad IV (1623-1640) memberikan kharaj, biaya untuk kegiatan Tarekat Maulawiyah yang dikumpulkan dari umat Islam.
Tarekat Maulawiyah banyak memberikan pengaruh terhadap bidang musik dan seni pada zaman Kesultanan Utsmani. Salah satu musik klasik pada saat itu, yaitu musik gubahan ‘Itri (abad XVII), digubah oleh seniman-seniman yang menjadi anggota Tarekat Maulawiyah atau paling tidak mempunyai hubungan erat dengan tarekat ini. Begitu juga dengan para seniman kaligrafi dan miniaturis, banyak diantara mereka tergabung dalam Tarekat Maulawiyah.
Pada abad ke-17 Tarekat Maulawiyah mendapatkan perlindungan dari sultan. Hal ini memungkin untuk menyebarkan ajaran tarekat meluas ke seluruh Turki. Kemudian pada abad ke-19 tarekat ini menjadi kelompok yang paling berpengaruh di Kesultanan Utsmani. Pada saat Mustafa Kemal Ataturk berkuasa, ia mengeluarkan dekrit 4 Desember 1925, yang isinya menutup semua aktifitas tekye di Turki. Mustafa Kemal beranggapan bahwa ajaran tarekat dapat menghambat modernisasi Turki. Akan tetapi pada tahun 1954 tarekat ini di perbolehkan kembali melakukan ritualnya.

B.  Sejarah Perkembangan Dan Pengaruh Tarekat Bektasyiyah

1.    Bektasyiyah dan Tentara Jenisseri
Pada mulanya, Bektasyiyah merupakan tarekat hasil dari perkembangan Tarekat Yasawiyah yang didirikan oleh Ahmad al-Yasawi yang wafat pada 562 H. Tarekat Bektasyiyah ini didirikan oleh Hajji Bektasyi pada 1338 M, beliau ke Anatolia pada abad XIII M dari Khurasan, ia wafat pada 738 H/1338 M. Pengikut tarekat ini lebih dikenal sebagai pengikut tarekat sufi. Tarekat ini mengandung berbagai percampuran keyakinan dan peribadatan yang didalamnya termasuk unsur Syiah, Kristen, bahkan Budha. Tarekat Bektasyiyah ini berkembang pesat saat pemerintahan Khedive Ismail, kira-kira pada abad ke-17 dan ke-18 M.
       Tarekat Bektasyiyah ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemiliteran Turki Utsmani secara khusus, mayoritas pengikutnya berasal dari kalangan sipil. Aliran Bektasyiyah ini berperan sangat penting di kalangan tentara Jenisseri, yaitu sebuah kelompok perang yang telah menjadi pedang Kesultanan Turki Utsmani. Pasukan Jenisseri ini dibentuk oleh Sultan Murad I (1359-1389). Jenisseri awalnya adalah anak-anak dari kalangan umat Kristen yang kehilangan ayah ibunya akibat perang. Kemudian anak-anak tersebut diasramakan dengan bimbingan keislaman yang dibentuk oleh pemuda-pemuda Kristen Balkan yang telah memeluk Islam. Mereka dilatih, diajar, dan didoktrin untuk membela Islam serta mengawal Kesultanan Turki Utsmani.
       Hubungan antara tarekat Bektasyiyah dengan tentara Jenisseri begitu erat, karena banyaknya anggota tentara yang mengikuti aliran ini maka mereka disebut dengan tentara Bektasyi. Tarekat Bektasyiyah ini identik dengan Jenisseri dimulai pada abad XV, pemimpin Bektasyi tinggal di dekat barak orang Jenisseri. Tidak jarang mereka memberikan pengarahan serta pembinaan rohani kepada tentara Jenisseri.
2.    Silsilah Tarekat Bektasyiyah
Setelah Hajji Bektasyi wafat, beliau digantikan oleh Balim Sultan yang lahir pada 1500 M di Rumeli. Pada masa Balim Sultan, perkembangan tarekat ini semakin berkembang dan meluas sampai ke Eropa (merupakan wilayah akomodatif terhadap adanya Bektasyi) dan Kerajaan Turki Utsmani. Wilayah ini menerima dengan baik ajaran Tarekat Bektasyiyah, hingga sekarang tarekat ini pun masih ada di Albania yang dikenal sebelum abad ke-17. Hajji Bektasyi merupakan pengikut aliran Sunni yang begitu kental, namun seiring dengan berjalannya waktu dan semakin banyak perkembangan yang terjadi, banyak ide-ide Syiah yang mulai masuk ke dalam ajaran Bektasyi.
3.    Tradisi Bektasyiyah
Dalam Tarekat Bektasyiyah memiliki tradisi seperti adanya tingkatan-tingkatan dari yang tinggi hingga terendah. Misalkan seperti tingkat termasuk golongan guru, sedangkan yang rendah ibaratkan murid. Pimpinan tarekat tertinggi ialah dede (kakek) di Desa Hacci Bektas. Kedudukan setelah dede ialah baba, bertugas untuk mengajar dan membimbing. Baba-baba ada diseluruh Kerajaan Turki Utsmani.Baba juga disebut sebagai wakil dari pemimpin tarekat, yang berada di daerah cabang tarekat ini.
Bektasyiyah memiliki sebuah tradisi unik, yaitu pembaiatan yang dilakukan pengikut Bektasyi guna untuk meningkatkan status sosial mereka yang biasa-biasa saja ke jenjang yang lebih tinggi. Pembaiatan ini disertai adanya sebuah upacara, yang mana dalam pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama. Saat pembaiatan berlangsung, pengikut Bektasyiyah ini sering menirukan ‘jeritan penyatuan’ Ana al-Haqq dengan suara yang menggema.
Selain pembaiatan, perayaan Muharam dan tahun baru juga diadakan dengan menggunakan tradisi Persia dan juga disertai dengan keagamaan yang beraliran Syiah. Perayaan lainnya ialah peringatan hari kesyahidan Husein di Karbala pada hari Asyura, dalam perayaan ini terdapat sebuah hidangan yang disebut asure yang dimasak dari sisa-sisa. Hidangan ini merupakan hidangan terakhir para syuhada di Karbala, sampai sekarang penyajian hidangan pada 10 Muharam, masih di lestarikan masyarakat Turki meskipun bukan orang Bektasyi.

4.    Karakteristik Bektasyiyah
Suatu hal yang paling tersorot dari tarekat Bektasyiyah ialah perlakuan yang sama terhadap wanita. Kaum wanitalah yang paling berperan dalam setiap upacara, wanita bebas berinteraksi dan bercakap-cakap dengan kaum pria. Namun hal ini malah dijadikan pembicaraan tentang moral dan amoral dalam kehidupan orang-orang Bektasyi dan dibesar-besarkan dengan tujuan untuk menghancurkan Tarekat Bektasyiyah. Sebenarnya mereka telah menutup rapat-rapat mengenai doktrin yang dianggap rahasia, terutama setelah pasukan Jenisseri musnah. Namun banyak orang yang terus membesar-besarkan doktrin tersebut khususnya mengenai kedudukan wanitanya.
Tarekat ini menekankan empat pintu gerbang bagi para pengikutnya dan harus dilaluinya. Empat pintu tersebut antara lain : 1) Hukum Ilahi (syari’ah)yang penganutnya disebut abid (hamba/pemuja). 2) Jalan mistik (tariqah) dijalani oleh orang zuhud. 3) arif(orang yang berilmu) diambil dari ma’rifah (pengetahuan yang tertinggi). 4) Haqiqah (realitas)yang dimbil ialah muhbib (kekasih).

Hancurnya tarekat bektasyiyah pada Juni 1826, Sultan Mahmud II (1808-1839) sengaja memancing sebuah insiden yang membuat pasukan Jenisseri seolah-olah akan melakukan pemberontakan. Kejadian tersebut dijadikan alasan untuk membubarkan pasukan Jenisseri. Markas mereka yang ada di Aksaray dibombadir, yang mana banyak pasukan yang berada didalamnya. Pasukan Jenisseri hampir semua mati terbunuh dan tertangkap atas kejadian tersebut. Dengan demikian tarekat sufi Bektasyi dibubarkan pula.
Tarekat Bektasyiyah sangat berperan dalam bidang kemiliteran Turki Utsmani, Tarekat ini memperkuat pasukan Jenissari yang merupakan ciri dari Turki Utsmani. Pasukan ini begitu taat pada sisi agama, sehingga aliran ini berkembang sangat pesat dilingkup kemiliteran. Pembinaan yang diberikan sebelum perang, menambah ketaatan pasukan dan semangat untuk menegakkan Islam. Tarekat Bektasyiyah ini juga menanamkan ajaran Islam sejak dini pada anak-anak yang berada dalam pembinaan Jenissari, sehingga mereka sangat taat dan berhasrat untuk menyebarkan serta menegakkan tarekat Bektasyiyah.


BAB III
KESIMPULAN
Pada masa pemerintahan Kesultanan Utsmani banyak kegiatan keagamaan yang muncul, salah satunya adalah tarekat. Tarekat berhubungan erat dengan seorang sufi, orang yang mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Di masa Kesultanan Utsmani terdapat sekitar sembilan belas aliran sufi dan sekitar tiga puluh kelompok tarekat. Dari sekian banyak kelompok tarekat yang ada, diantaranya memiliki pengaruh yang besar terhadap Kesultanan Utsmani.
Tarekat Maulawiyah dan Tarekat Bektasyiah memiliki pengaruh terhadap Kesultanan Utsmani. Tarekat Maulawiyah berpengaruh di lingkungan keluarga sultan dan kalangan sipil. Tarekat Bektasyiah mempunyai pengaruh yang besar terhadap pasukan Jenisary.
Pada masa Kesultanan Utsmani, Tarekat Maulawiyah pernah mendapatkan keistimewaan dai sultan. Kemudian pada tahun 1925 M, pada masa Mustafa Kemal Ataturk, tarekat ini sempat dilarang sampai kemudian diperbolehkan lagi oleh pemerintahan Turki pada tahun 1954 M.
 Tarekat Bektasyiah mempunyai pengaruh besar terhadap pasukan militer Jenisary Kesultanan Utsmani. Para tentara Jenisary banyak yang menganut ajaran tarekat ini. Pemimpin Tarekat Bektasyiah juga bergabung tinggal di barak tentara untuk mengajarkan ajaran dan ritual-ritual tarekat. Tarekat ini berakhir ketika Sultan Mahmud II, pada tahun 1826, memancing sebuah insiden yang membuat Jenisary seolah-olah akan membuat pemberontakan. Dari insiden tersebut Sultan Mahmud II memerintahkan untuk membombardir markas Jenisary yang ada di Aksaray. Penyerangan ini menyebabkan banyaknya pasukan Jenisary yang terbunuh. Dalam penyerangan ini juga menjadikan akhir dari Tarekat Bektasyiah.


DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafii. 2012. Ensiklopedia Peradaban Islam ISTANBUL. Jakarta Selatan.
Tazkia Publishing.
Azra, Azyumardi. 2008. Ensiklopedi Tasawuf Jilid 1. Bandung. Angkasa.
Azra, Azyumardi, dkk. 2002.  Ensiklopedi Islam. Jakarta. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
















                                                                 


[1] Daerah Balkh sekarang masuk dalam wilayah Afganistan.
[2] Azra, Azyumardi, dkk. Ensiklopedi Islam Juz 3 hal.209. Jakarta. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. 2002.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid. hal. 211.
[7] Azra, Azyumardi. 2008. Ensiklopedi Tasawuf Jilid 2. Bandung. Angkasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar