Rabu, 18 Oktober 2017

Sejarah Arab Klasik



RESUME
SEJARAH ARAB KLASIK:
Kajian Terhadap Masyarakat Arab Jahiliyah
1.        Asal Usul Bangsa Arab
Bangsa Arab berasal dari suku bangsa yang tinggal di Jazirah Arabia, dan daerah Babilonia, Asyiria, Finiqia, Cheldan, Amoriyah, Yaman Kuno, Arma Finisia, Ibrani dan Abbesinia. Bangsa Arab ini termasuk rumpun bangsa Semit (Samiyah) dan menggunakan bahasa Semit. Suku ini mayoritas adalah penduduk di Dunia Arab, baik di Timur Tengah maupun Afrika Utara, serta sebagian minoritas penduduk di IranTurki serta komunitas diaspora lainnya di berbagai negara. Seseorang umumnya dianggap sebagai Arab dilihat dari latar-belakang mereka, baik secara etnisbahasa, maupun budayanya. Secara politis, orang Arab adalah mereka yang berbahasa ibu Arab dan berayah keturunan Arab pula. Selain di Iran dan Turki, juga terdapat sejumlah besar diaspora Arab di Amerika dan Eropa.
2.        Masyarakat Klasik Pra Islam
Bangsa Arab pra Islam dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Pertama, Al-Arab al-Baidah merupakan bangsa Arab yang musnah, berasal dari keturunan Irom bin Saih, hanya saja sedikit yang mengetahui jejak serta kabar mereka yang terputus, sehingga dikatakan telah musnah. Nash-nash dari kitab suci atau beberapa peninggalan prasasti yang mengetahui informasi terkait dengan sejarah adanya bangsa ini pun terbatas. Kaum ‘Ad, Tsamud dan Irom termasuk dalam komunitas ini. Kedua, Al-Arab al-Baqiah merupakan komunitas yang eksis, berasal dari keturunan Sam bin Nuh, eksistensi komunitas sosialnya tetap terpelihara dalam sejarahnya. Bangsa Arab Jahiliyah termasuk dalam komunitas ini.
Al-Arab al-Baqiah digolongkan menjadi dua klan besar. Pertama, Klan Qohton berada di Arab Selatan, bangsa ini disebut komunitas Arab asli karena keturunannya tidak ada yang menikah dengan suku lain. Kedua, Klan Adnan merupakan suku yang tinggal di wilayah Arab Utara. Klan ini sering disebut al-Arob al-Musta’robah atau al-Arob al-Muta’arrobah (komunitas Arab pendatang). Disebut Arab pendatang karena salah satu keturunannya ada yang menikah dengan non Arab.
3.        Masyarakat Arab Jahiliyah
Kata Jahiliyah berasal dari kata Jahl yang secara harfiah berarti bodoh, pandir, atau tidak tahu. Ada juga yang mengartikan sebagai al-safah yaitu jelek budi pekertinya atau tolol, al-ghodob; suka marah, al-nazak; suka terburu nafsu. Kata Jahl lebih tepat diartikan sebagai perilaku yang mudah marah, lebih mengutamakan nafsu daripada akal pikiran, merendahkan orang lain dan sebagainya. Dalam al-Qur’an telah disebutkan sebanyak lima kali, yang semuanya menerangkan bahwa kata jahl selalu berkaitan dengan akhlak tercela.
Masyarakat Arab Jahiliyah merupakan masyarakat Arab pra Islam yang tinggal disekitar jazirah Arabia. Sebagian besar tanahnya tandus dan gersang, namun disanalah tempat munculnya komunitas-komunitas sosial bangsa Arab Jahiliyah.
Secara sosiologis, bangsa Arab Jahiliyah dibagi menjadi dua kelompok. Pertama kelompok masyarakat yang telah berperadaban (al-Arab al-Mutahadiroh), masyarakat ini telah hidup menetap di kota Mekkah atau disekitar Hijaz dan mengalami penetrasi akulturasi budaya dengan non Arab. Kedua, masyarakat Arab Primitif (al-Arab al-Badawah), hidupnya nomaden karena tanah yang tandus dan sedikit turun hujan, di pedalaman Jazirah Arabia dan terisolisir dari peradaban dan pengaruh bangsa non Arab. Awalnya kedua bangsa ini menetap di Arab bagian selatan.
4.        Agama dan Sistem Kepercayaan Arab Jahiliyah
Agama dan kepercayaan heterogen lebih kurang 6 yang dianut masyarakat Jahiliyah. Enam agama dan kepercayaan tersebut ialah Paganisme, Agama Samawi, Agama Ardhi, Animisme dan Dinamisme, Zindiq dan al-Dahriyah. Mayoritas masyarakat Arab Jahiliyah ini menganut sistem kepercayaan Paganisme. Sedangkan  sistem kepercayaan minoritas bangsa ini ialah al-Zindiq dan Agama Majusi. Agama Yahudi dan Nasrani hanya berkembang di wilayah tertentu. Kepercayaan Animisme dan Dinamisme dianut oleh kelompok Ashobi’in. Al-Dahriyah suatu kepercayaan yang meyakini adanya kehidupan dunia belaka, berkembang di Jazirah Arab.
Penyembahan berhala yang menjadi mayoritas berawal dari masyarakat yang berkelana, kemudian membawa batu yang berada disekitar ka’bah kemudian disucikan dan disembahnya. Secara terus-menerus hal itu dilakukan sehingga dibuatlah patung yang mereka sembah dengan mengitarinya (tawaf). Bangsa Arab percaya bahwa menyembah berhala tersebut hanyalah sebagai perantara untuk menyembah Tuhan dan bukan menyembah bentuknya. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Arab Jahiliyah telah meyakini adanya Tuhan. Kepercayaan seperti ini disebut musyrik, yaitu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Penyembahan kepada berhala ini disertai dengan adanya pengorbanan, agar mereka mendapat kasih sayang dari Tuhan yang lebih. Patung berhala dijadikan sebagai sarana untuk berhubungan dengan suatu kekuatan diluar kemampuan manusia.  Penyembahan berhala ini tidak hanya dilakukan di kawasan Arab, namun telah meluas ke seluruh dunia.
5.        Sistem Sosial Politik Arab Jahiliyah
Sebelum adanya Islam, masyarakat Arab tinggal di dusun sebagai nomaden. Hal ini dikarenakan tidak adanya raja yang berkuasa penuh serta kesatuan politik.
Politik Arab Jahiliyah memiliki dua point penting, yaitu sistem tribalisme dan stratifikasi sosial. Sistem tribalisme merupakan sistem yang mengutamakan kesukuan yang didasarkan pada kesamaan asal-usul keturunan (darah) dan wilayah. Sistem ini memiliki seorang pemimpin, anggota suku, dan undang-undang. Sedangkan sistem stratifikasi sosial, berlaku disetiap suku yang didasarkan pada kesamaan keturunan, kekayaan serta kedudukan dalam pranata sosial.
Stratifikasi ini memiliki tiga tingkatan, yaitu elite, mawalie, dan kelas hamba sahaya. Kelas elite merupakan suku asli yang satu keturunan dengan kepala suku dan mempunyai hak istimewa sebagai pilar penerus kepemimpinan. Mawalie ialah kelompok hamba sahaya yang sudah dimerdekakan dan penjahat yang meminta suaka terhadap suku lain agar diterima menjadi anggota sukunya. Kelas hamba sahaya yaitu kelompok hasil adopsi dari negara lain, yang kemudian dijadikan sebagai budak.
6.        Mata Pencaharian Arab Jahiliyah
Perekonomian masyarakat Arab Jahiliyah bertumpu pada kegiatan perdagangan, pertanian, industri dan peternakan. Kegiatan perdagangan  merupakan sumber perekonomian dari masyarakat Hadhor yang memberikan keuntungan besar terhadap pendapatan negara. Hal ini didukung oleh letaknya yang strategis pada jalur persimpangan yang menghubungkan perjalanan dari Yaman ke Siria dan Abessinia ke Irak.
Negeri Arab juga terkenal sebagai negeri yang memiliki tanah gersang, kering, banyak bukit-bukit gundul tanpa adanya tumbuhan. Gurun yang terbentang luas dan tidak memungkinkan masyarakatnya untuk bertani. Namun, tidak semua bentangan padang pasir itu gersang dan tandus. Kelompok Yahudi yang termasuk komunitas masyarakat miskin, mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Daerah yang dijadikan lahan untuk bertani pun merupakan daerah yang relatif subur, sehingga dapat dijadikan sebagai tempat bercocok tanam, khususnya tanaman kurma. Kegiatan bertani ini tidak begitu disukai oleh masyarakat Badui, karena pekerjaan ini merupakan pekerjaan untuk orang-orang miskin dan dianggap dapat menurunkan martabat mereka.
Kegiatan beternak merupakan sumber kehidupan bangsa Arab Badui (primitif). Mereka umumnya mengembala unta dan kambing, untuk memenuhi kebutuhan ternak mereka hidup nomaden menyusuri setiap jalan yang terdapat tumbuhan. Sedangkan kegiatan industri hanya dilakukan oleh sebagian kelompok Yahudi di Yatsrib dan Nasrani di Najran.
7.        Turats Arab Jahiliyah
Makkah dijadikan sebagai sentral perdagangan dan kebudayaan di negeri Hijaz, selain itu Makkah selalu ramai dikunjungi peziarah saat musim haji. Hal ini merupakan faktor timbulnya akulturasi sosial kemasyarakatan diantara mereka. Mereka menyenandungkan syair-syair kepahlawanan dan menceritakan tentang asal usul mereka.
Puisi memiliki nilai urgensi historis yang berkedudukan sebagai Diwan al-arab (Jahiliyah) yang merekam corak budaya dan tradisi kehidupan sosial dengan bentuk teks puisi Jahiliyah. Puisi digunakan sebagai sarana kultural dan alat komunikasi. Puisi terkait dengan aspek sosial, kebiasaan bangsa Arab yang suka menonjolkan kemampuan dari sukunya sendiri kepada suku lain yang diutarakan dalam bentuk syair dan merupakan sarana untuk meningkatkan status sosial.
8.        Karakteristik Masyarakat Arab Jahiliyah
Bangsa Arab Jahiliyah merupakan bangsa yang terkenal dengan agamanya, yaitu paganisme. Penyembahan berhala menjadi ciri khas bangsa ini, meskipun mereka meyakini adanya Tuhan sebagai pengatur alam semesta tetapi pikiran mereka tidak dapat memahami ajaran tauhid yang jernih, murni dan tinggi. Mereka menyembah sebuah patung yang dibuatnya sendiri serta melakukan pengorbanan demi limpahan kasih sayang Tuhan.
Ibnu Khaldun, mengatakan paada masa jahiliyah, bangsa Arab adalah orang yang tidak beradab, gemar melakukan kerusakan, perampasan, memiliki sifat yang sukar tunduk kepada pemimpin, tidak berbakat dalam pekerjaan pertukangan ataupun mencerna ilmu-ilmu yang lain. Akan tetapi, pembawaan mereka masih bersih dan murni, pemberani dan sanggup berkorban untuk hal-hal yang dipandang baik.
Masyarakat Arab Jahiliyah sebenarnya memiliki dua sifat, yaitu dari segi positif yang akan mendorong kemajuan bangsa Arab dikemudian hari dan dari segi negatif yang justru akan merusak serta merobek kebesaran bangsa ini. Gambaran tentang sifat negatif bangsa Arab ini ialah menanam bayi perempuan hidup-hidup karena dianggap nista dan beban perekonomian keluarga dan anak laki-laki yang memiliki sifat pengecut, meminum arak serta berjudi. Segi positif yang dimiliki bangsa Arab ialah menjaga harga diri serta kehormatan, kedermawanan mereka terhadap tamu, berani berkorban demi sesuatu yang dianggapnya benar, menjunjung prinsip persamaan dan demokratis.
Bangsa Arab sebenarnya memiliki karakter yang cerdas, sehingga yang semula memeluk agama watsani beranjak pada tingkat yang lebih tinggi karena adanya interaksi Yahudi dan Nasrani. Ditemukan dari kalangan mereka menyeru ajaran tauhid baru yang berkaitan dengan batasan tertentu dengan ajaran Nasrani. Kelompok ini menyeru agar meninggalkan penyembahan berhala serta perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji. Hal ini seperti firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 67 yang artinya: “Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi ia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik”.




DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Ibrahim Hasan. 2001. Sejarah Dan Kebudayaan Islam 1. Jakarta. Kalam Mulia.
Mufrod, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta. Logos Wacana Ilmu.
Noor, Yusliani. 2014. Sejarah Timur Tengah (Asia Barat Daya). Yogyakarta. Ombak.

3 komentar: