MAKALAH
PERAN
DUA TAREKAT PADA MASA TURKI UTSMANI
Mata Kuliah Sejarah Umat Islam (Turki dan Persia)
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Siti Maryam, M.Ag
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Siti Maryam, M.Ag
Oleh :
M. Firman Kaisa (NIM. 16120015)
Tri Kodariya Nisa (NIM.16120016)
M. Firman Kaisa (NIM. 16120015)
Tri Kodariya Nisa (NIM.16120016)
JURUSAN
SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2017
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai negara yang menganut sistem
kesultanan, Turki Utsmani menjadikan hukum Islam sebagai hukum negara. Hukum
negara ini berdasarkan fatwa ulama, karena kerajaan ini sangat terikat oleh syari’at. Agama mempunyai
peranan penting dalam pemerintahan serta kehidupan sosial. Pada masa
pemerintahan Sulaiman al-Qanuni, masyarakat yang beragama Islam diwajibkan
untuk melaksanakan sholat lima waktu. Hal ini menunjukkan bahwa agama dijadikan
sebagai dasar peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat.
Pada
masa pemerintahan Turki Utsmani perkembangan kegamaan terlihat sangat pesat. Dapat
di lihat dari banyaknya tarekat-tarekat yang bermunculan, terdapat dua tarekat
yang paling berkembang, yaitu tarekat Maulawiyah dan tarekat Bektasyiyah.Kedua tarekat ini memiliki peran
penting dalam perkembangan bidang keagamaan Turki Utsmani. Penganutnya
mayoritas masyarakat sipil dan militer.
B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana
perkembangan tarekat Maulawiyah dan adakah pengaruhnya terhadap
pemerintahan Turki Utsmani?
b) Bagaimana
perkembangan tarekat Bektasyiyah dan adakah pengaruhnya terhadap
pemerintahan Turki Utsmani?
C. Tujuan
a)
Untuk mengetahui perkembangan dan pengaruh tarekat
yang ada dalam masa pemerintahan Turki Utsmani.
b)
Memberikan wawasan mengenai tarekat-tarekat yang
berkembang pada masa Turki Utsmani.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Dan Pengaruh Tarekat Maulawiyah
1.
Sejarah Munculnya Tarekat Maulawiyah.
Tarekat Maulawiyah adalah salah satu aliran tarekat, didirikan oleh Maulana
(Mevlana) Jalaluddin al-Rumi (605-672
H/1207-1273 M) pada abad ke-13. Tarekat ini berpusat di Konya, Turki. Nama Maulawiyah
di nisbahkan kepada gelar Maulana atau Mevlana,
dalam bahasa Turki. Gelar maulana
merupakan gelar kehormatan untuk seorang sufi penyair. Tarekat Maulawiyah juga biasa dikenal dengan
sebutan Tarekat Jalalilah, karena didirikan oleh Jalaluddin al-Rumi.
Jalaluddin al-Rumi lahir di
Balkh, Persia[1] pada 30 September 1207 M/604 H.[2]
Ayahnya bernama Bahauddin Walad Muhammad bin Husin, seorang pemikir islam yang
terkemuka pada masa itu. Beberapa mengatakan bahwa silsilah al-Rumi sampai
kepada Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq.
Al-Rumi mulai tertarik
terhadap tasawuf ketika bertemu dengan Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmuzi.
At-Turmuzi ini adalah bekas murid dari ayahnya ketika mengajar di Balkh. Dari
at-Turmuzi inilah al-Rumi mulai tertarik mempelajari tasawuf. Ia belajar kepada
at-Turmuzi tentang rahasia pemikirran tasawuf secara mendalam untuk mencapai
persatuan dengan Tuhan. Sepeninggal at-Turmuzi Jalaluddin al-Rumi
menggantikannya sebagai syekh tarekat.
Pada tahun 1244, sepeninggal
at-Turmuzi, al-Rumi bertemu dengan seorang Darwis
(pengelana) bernama Syamsuddin at-Tabrizi. Dari pertemuan tersebut kemudian al-Rumi
berguru dengan at-Tabrizi. At-Tabrizi ini adalah guru yang sangat dicintai oleh
al-Rumi. Ketika at-Tabrizi wafat, al-Rumi menulis Diwan Shams-I Tabriz, kumpulan syair sebagai penghormatan serta
ungkapan kesedihan mendalam kepada at-Tabrizi.
Setelah meninggalnya
Syamsuddin at-Tabrizi, Al-Rumi menunjuk Salahuddin Zarqub sebagai khalifahnya
(pengganti) untuk mengajarkan ritual-ritual Tarekat Maulawiyah. Setelah Salahuddin wafat kemudian digantikan oleh
Hasanuddin Hasan bin Muhammad bin Hasan bin Akhi Turk.[3] Hasanuddin inilah yang kemudian meminta kepada
gurunya, Jalaluddin al-Rumi, untuk membuat sebuah karya tasawuf. Dari permintaan Hasanuddin munculah karya
tasawuf yang di beri nama al-Masnawi.
Kitab al-Masnawi ini berisi tentang
nasihat-nasihat moral sampai kebijaksanaan hidup yang pantas untuk diteladani. Al-Masnawi ini adalah baris-baris sajak
Jalaluddin al-Rumi yang ditulis oleh Hasanuddin, terdiri dari 25.000 baris yang
terbagi menjadi enam jilid, dan disusun selama 14 tahun.[4]
Tarekat Maulawiyah baru menjadi sebuah lembaga setelah sepeninggal al-Rumi
(17 Desember 1273 M/672 H di Konya, Turki), yaitu ketika Tarekat ini di pimpin
oleh anaknya, Sultan Walad, pada tahun 1284 M.[5]
Sultan Walad mulai mengatur ritual-ritual tarian dan mengukuhkan hirarki
tarekat.
2.
Ritual-Ritual Tarekat Maulawiyah.
Sebagai
sebuah Tarekat, Tarekat Maulawiyah
mempunyai beberapa ritual. Salah satu ritual yang biasanya di adakan seusai
sholat jum’at adalah ritual Sama’, yaitu
tarian berputar. Mereka memakai pakaian
khusus yang terdiri dari topi yang disebut sikke,
baju panjang putih tanpa lengan (tenure),
jaket berlengan panjang (destegul),
ikat pinggang (elif lam-end), dan sebuah mantel hitam (khirqe). Untuk khirqe ini di
lepas sebelum ritual tarian dimulai.
Ritual sama’
dilakukan dengan diiringi oleh musik dan nyanyian. Dalam upacara tersebut,
seorang syekh akan berdiri di sudut yang paling terhormat dan para penari akan
melewatinya sebanyak tiga kali. Setiap satu kali melewati mereka member salam,
baru kemudian mereka melakukan gerakan berputar-putar. Gerakan ini dilakukan
dengan tangan dan kaki yang berputar dengan kecepatan yang perlahan-lahan
meningkat. Apabila ada salah satu penari yang semakin lama semakin cepat akan
di sentuh oleh salah seorang dari penari yang bertugas untuk menyelaraskan
tarian, agar ritme tarian tidak terlalu cepat.
Tarian ini dimulai dengan diringi oleh nyanyian pujian untuk
menghormati Nabi Muhammad dan berakhir dengan nyanyian pendek penuh semangat
yang terkadang dinyanyikan dalam bahasa Turki.
Jalaluddin al-Rumi mengibaratkan tarian ini seperti pembuat
anggur yang menginjak buah anggur sehingga tercipta anggur rohani. Sama’ menurut al-Rumi adalah makan
rohani seperti zikir yang didalamnya terdapat manusia yang berputar mengitari
pusat gaya berat rohani, yaitu Tuhan.[6]
Ritual Sama’
dilakukan di tempat khusus bernama Tekya,
atau ada yang menyebutnya Tekke, yaitu
tempat ibadah para sufi Maulawiyah.
Ketika saat melakukan ritual Sama’,
biasanya diletakkan sebuah kulit domba berwarna merah diatas lantai sebagai
symbol keberadaan Samsyuddin at-Tabrizi. Tarian ini memperagakan empat gerakan
yang dinamakan salam.[7]
Gerakan ini dilakukan selama satu jam, setelah itu baru kemudian pada akhir
tarian muncul seorang pir atau guru
spiritual di tengah-tengah para penari.
3.
Pengaruh Tarekat Maulawiyah
Terhadap Kesultanan Utsmani
Tarekat Maulawiyah mempunyai pengaruh terhadap
Kesultanan Utsmani dan dikalangan seniman. Pada 1648 M pemimpin Tarekat Maulawiyah mendapatkan hak istimewa dari
Kesultanan Utsmani berupa hak istimewa untuk memakaikan pedang kepada seorang
sultan yang baru dilantik. Diantara beberapa sultan yang tercatat sebagai
anggota tarekat ini adalah, Sultan Abdul Aziz (1861-1876) dan Sultan Rasyad
(Muhammad V, memerintah 1909-1918).
Para sultan
Utsmani mendekati Tarekat Maulawiyah
untuk menghadapi penganut Tarekat Bektastyi
yang mendukung pasukan Jenissary untuk
melawan pemerintah. Pada 1634 Sultan Murad IV (1623-1640) memberikan kharaj, biaya untuk kegiatan Tarekat Maulawiyah yang dikumpulkan dari umat
Islam.
Tarekat Maulawiyah banyak memberikan pengaruh
terhadap bidang musik dan seni pada zaman Kesultanan Utsmani. Salah satu musik klasik
pada saat itu, yaitu musik gubahan ‘Itri (abad XVII), digubah oleh
seniman-seniman yang menjadi anggota Tarekat Maulawiyah atau paling tidak mempunyai hubungan erat dengan tarekat
ini. Begitu juga dengan para seniman kaligrafi dan miniaturis, banyak diantara
mereka tergabung dalam Tarekat Maulawiyah.
Pada abad
ke-17 Tarekat Maulawiyah mendapatkan
perlindungan dari sultan. Hal ini memungkin untuk menyebarkan ajaran tarekat
meluas ke seluruh Turki. Kemudian pada abad ke-19 tarekat ini menjadi kelompok yang
paling berpengaruh di Kesultanan Utsmani. Pada saat Mustafa Kemal Ataturk
berkuasa, ia mengeluarkan dekrit 4 Desember 1925, yang isinya menutup semua
aktifitas tekye di Turki. Mustafa
Kemal beranggapan bahwa ajaran tarekat dapat menghambat modernisasi Turki. Akan
tetapi pada tahun 1954 tarekat ini di perbolehkan kembali melakukan ritualnya.
B. Sejarah Perkembangan Dan Pengaruh Tarekat Bektasyiyah
1. Bektasyiyah
dan Tentara Jenisseri
Pada
mulanya, Bektasyiyah merupakan tarekat hasil dari perkembangan Tarekat
Yasawiyah yang didirikan oleh Ahmad al-Yasawi yang wafat pada 562 H. Tarekat
Bektasyiyah ini didirikan oleh Hajji Bektasyi pada 1338 M, beliau ke Anatolia
pada abad XIII M dari Khurasan, ia wafat pada 738 H/1338 M. Pengikut tarekat
ini lebih dikenal sebagai pengikut tarekat sufi. Tarekat ini mengandung
berbagai percampuran keyakinan dan peribadatan yang didalamnya termasuk unsur
Syiah, Kristen, bahkan Budha. Tarekat Bektasyiyah ini berkembang pesat saat
pemerintahan Khedive Ismail, kira-kira pada abad ke-17 dan ke-18 M.
Tarekat Bektasyiyah ini sangat
berpengaruh terhadap perkembangan kemiliteran Turki Utsmani secara khusus,
mayoritas pengikutnya berasal dari kalangan sipil. Aliran Bektasyiyah ini
berperan sangat penting di kalangan tentara Jenisseri, yaitu sebuah kelompok
perang yang telah menjadi pedang Kesultanan Turki Utsmani. Pasukan Jenisseri ini dibentuk
oleh Sultan Murad I (1359-1389). Jenisseri awalnya adalah anak-anak dari
kalangan umat Kristen yang kehilangan ayah ibunya akibat perang. Kemudian anak-anak
tersebut diasramakan dengan bimbingan keislaman yang dibentuk oleh
pemuda-pemuda Kristen Balkan yang telah memeluk Islam. Mereka dilatih, diajar,
dan didoktrin untuk membela Islam serta mengawal Kesultanan Turki Utsmani.
Hubungan antara tarekat Bektasyiyah
dengan tentara Jenisseri begitu erat, karena banyaknya anggota tentara yang
mengikuti aliran ini maka mereka disebut dengan tentara Bektasyi. Tarekat
Bektasyiyah ini identik dengan Jenisseri dimulai pada abad XV, pemimpin
Bektasyi tinggal di dekat barak orang Jenisseri. Tidak jarang mereka memberikan
pengarahan serta pembinaan rohani kepada tentara Jenisseri.
2. Silsilah
Tarekat Bektasyiyah
Setelah
Hajji Bektasyi wafat, beliau digantikan oleh Balim Sultan yang lahir pada 1500
M di Rumeli. Pada masa Balim Sultan, perkembangan tarekat ini semakin
berkembang dan meluas sampai ke Eropa (merupakan wilayah akomodatif terhadap
adanya Bektasyi) dan Kerajaan Turki Utsmani. Wilayah ini menerima dengan baik
ajaran Tarekat Bektasyiyah, hingga sekarang tarekat ini pun masih ada di
Albania yang dikenal sebelum abad ke-17. Hajji Bektasyi merupakan pengikut
aliran Sunni yang begitu kental, namun seiring dengan berjalannya waktu dan
semakin banyak perkembangan yang terjadi, banyak ide-ide Syiah yang mulai masuk
ke dalam ajaran Bektasyi.
3. Tradisi
Bektasyiyah
Dalam
Tarekat Bektasyiyah memiliki tradisi seperti adanya tingkatan-tingkatan dari
yang tinggi hingga terendah. Misalkan seperti tingkat termasuk golongan guru,
sedangkan yang rendah ibaratkan murid. Pimpinan tarekat tertinggi ialah dede
(kakek) di Desa Hacci Bektas. Kedudukan setelah dede ialah baba,
bertugas untuk mengajar dan membimbing. Baba-baba ada diseluruh Kerajaan
Turki Utsmani.Baba juga disebut sebagai wakil dari pemimpin tarekat,
yang berada di daerah cabang tarekat ini.
Bektasyiyah
memiliki sebuah tradisi unik, yaitu pembaiatan yang dilakukan pengikut Bektasyi
guna untuk meningkatkan status sosial mereka yang biasa-biasa saja ke jenjang
yang lebih tinggi. Pembaiatan ini disertai adanya sebuah upacara, yang mana
dalam pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama. Saat pembaiatan
berlangsung, pengikut Bektasyiyah ini sering menirukan ‘jeritan penyatuan’ Ana
al-Haqq dengan suara yang menggema.
Selain
pembaiatan, perayaan Muharam dan tahun baru juga diadakan dengan menggunakan
tradisi Persia dan juga disertai dengan keagamaan yang beraliran Syiah.
Perayaan lainnya ialah peringatan hari kesyahidan Husein di Karbala pada hari
Asyura, dalam perayaan ini terdapat sebuah hidangan yang disebut asure
yang dimasak dari sisa-sisa. Hidangan ini merupakan hidangan terakhir para
syuhada di Karbala, sampai sekarang penyajian hidangan pada 10 Muharam, masih
di lestarikan masyarakat Turki meskipun bukan orang Bektasyi.
4. Karakteristik
Bektasyiyah
Suatu
hal yang paling tersorot dari tarekat Bektasyiyah ialah perlakuan yang sama
terhadap wanita. Kaum wanitalah yang paling berperan dalam setiap upacara,
wanita bebas berinteraksi dan bercakap-cakap dengan kaum pria. Namun hal ini
malah dijadikan pembicaraan tentang moral dan amoral dalam kehidupan
orang-orang Bektasyi dan dibesar-besarkan dengan tujuan untuk menghancurkan
Tarekat Bektasyiyah. Sebenarnya mereka telah menutup rapat-rapat mengenai
doktrin yang dianggap rahasia, terutama setelah pasukan Jenisseri musnah. Namun
banyak orang yang terus membesar-besarkan doktrin tersebut khususnya mengenai
kedudukan wanitanya.
Tarekat
ini menekankan empat pintu gerbang bagi para pengikutnya dan harus dilaluinya.
Empat pintu tersebut antara lain : 1) Hukum Ilahi (syari’ah)yang
penganutnya disebut abid (hamba/pemuja). 2) Jalan mistik (tariqah) dijalani
oleh orang zuhud. 3) arif(orang yang berilmu) diambil dari ma’rifah (pengetahuan
yang tertinggi). 4) Haqiqah (realitas)yang dimbil ialah muhbib (kekasih).
Hancurnya tarekat bektasyiyah pada Juni 1826, Sultan Mahmud II
(1808-1839) sengaja memancing sebuah insiden yang membuat pasukan Jenisseri
seolah-olah akan melakukan pemberontakan. Kejadian tersebut dijadikan alasan
untuk membubarkan pasukan Jenisseri. Markas mereka yang ada di Aksaray
dibombadir, yang mana banyak pasukan yang berada didalamnya. Pasukan Jenisseri
hampir semua mati terbunuh dan tertangkap atas kejadian tersebut. Dengan
demikian tarekat sufi Bektasyi dibubarkan pula.
Tarekat Bektasyiyah sangat berperan dalam bidang kemiliteran Turki
Utsmani, Tarekat ini memperkuat pasukan Jenissari yang merupakan ciri dari
Turki Utsmani. Pasukan ini begitu taat pada sisi agama, sehingga aliran ini
berkembang sangat pesat dilingkup kemiliteran. Pembinaan yang diberikan sebelum
perang, menambah ketaatan pasukan dan semangat untuk menegakkan Islam. Tarekat
Bektasyiyah ini juga menanamkan ajaran Islam sejak dini pada anak-anak yang
berada dalam pembinaan Jenissari, sehingga mereka sangat taat dan berhasrat
untuk menyebarkan serta menegakkan tarekat Bektasyiyah.
BAB
III
KESIMPULAN
Pada
masa pemerintahan Kesultanan Utsmani banyak kegiatan keagamaan yang muncul,
salah satunya adalah tarekat. Tarekat
berhubungan erat dengan seorang sufi, orang yang mendekatkan dirinya kepada
Tuhan. Di masa Kesultanan Utsmani terdapat sekitar sembilan belas aliran sufi
dan sekitar tiga puluh kelompok tarekat. Dari sekian banyak kelompok tarekat
yang ada, diantaranya memiliki pengaruh yang besar terhadap Kesultanan Utsmani.
Tarekat
Maulawiyah dan Tarekat Bektasyiah memiliki pengaruh terhadap
Kesultanan Utsmani. Tarekat Maulawiyah
berpengaruh di lingkungan keluarga sultan dan kalangan sipil. Tarekat Bektasyiah mempunyai pengaruh yang besar
terhadap pasukan Jenisary.
Pada
masa Kesultanan Utsmani, Tarekat Maulawiyah
pernah mendapatkan keistimewaan dai sultan. Kemudian pada tahun 1925 M, pada
masa Mustafa Kemal Ataturk, tarekat ini sempat dilarang sampai kemudian
diperbolehkan lagi oleh pemerintahan Turki pada tahun 1954 M.
Tarekat Bektasyiah
mempunyai pengaruh besar terhadap pasukan militer Jenisary Kesultanan Utsmani. Para tentara Jenisary banyak yang menganut ajaran tarekat ini. Pemimpin Tarekat Bektasyiah juga bergabung tinggal di
barak tentara untuk mengajarkan ajaran dan ritual-ritual tarekat. Tarekat ini
berakhir ketika Sultan Mahmud II, pada tahun 1826, memancing sebuah insiden
yang membuat Jenisary seolah-olah
akan membuat pemberontakan. Dari insiden tersebut Sultan Mahmud II
memerintahkan untuk membombardir markas Jenisary
yang ada di Aksaray. Penyerangan ini menyebabkan banyaknya pasukan Jenisary yang terbunuh. Dalam
penyerangan ini juga menjadikan akhir dari Tarekat Bektasyiah.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio,
Muhammad Syafii. 2012. Ensiklopedia Peradaban Islam ISTANBUL. Jakarta
Selatan.
Tazkia
Publishing.
Azra,
Azyumardi. 2008. Ensiklopedi Tasawuf Jilid 1. Bandung. Angkasa.
Azra,
Azyumardi, dkk. 2002. Ensiklopedi
Islam. Jakarta.
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.