REVIEW
BUKU
UPACARA
TRADISIONAL MASYARAKAT JAWA
Karya:
Thomas Wiyasa Bratawidjaja
Direview oleh: Tri Kodariya Nisa
Identitas Buku:
Judul buku :
Upacara Tradisional Masyarakat Jawa
Pengarang :
Thomas Wiyasa Bratawidjaja
Penerbit :
Pustaka Sinar Harapan
Tahun terbit :
1988
Kota Terbit :
Jakarta
Jumlah halaman : 146
halaman
A.
Pengantar
Buku berjudul “Upacara Tradisional Masyarakat Jawa” merupakan buku
yang disusun oleh Drs. Thomas Wiyasa Bratawidjaja. Beliau menyusun buku ini
untuk melengkapi buku yang berjudul “Upacara Perkawinan Adat Jawa” karena buku
tersebut dirasa masih memiliki banyak kekurangan, disana hanya membahas
mengenai adat perkawinannya saja, sedangkan masih banyak upacara-upacara adat lainnya
pada masyarakat Jawa. Penulisan buku ini juga dimaksudkan untuk menghimpun,
menata dan menyunting kembali sesuai dengan perkembangan zaman dengan tidak
mengurangi inti, makna, maksud dan dasar dari pelaksanaan berbagai upacara adat
masyarakat Jawa. Buku ini disusun berdasarkan buku-buku lama, majalah-majalah
populer, monografi, diktat-diktat serta pengamatan langsung proses pelaksanaan
upacara adat.
Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara
turun-temurun yang berlaku didaerah tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa
disetiap daerah memiliki upacara-upacara adat yang merupakan ciri khas dari
tiap-tiap daerah. Upacara adat merupakan bentuk perwujudan dari adat istiadat
itu sendiri. Upacara adat dalam masyarakat pada umumnya dan masyarakat Jawa
khususnya ialah cerminan bahwa semua merupakan rencana, tindakan dan perbuatan
yang telah diatur oleh tata nilai luhur. Tata nilai luhur inilah yang
diwariskan kepada generasi ke generasi berikutnya.
Buku ini memaparkan berbagai tata upacara adat yang ada dalam
masyarakat Jawa dari manusia itu masih dalam kandungan sampai pada kematian. Thomas
Wiyasa membagi pembahasan dalam buku ini menjadi XVI bab yang didahului oleh
bab pendahuluan. Beliau juga menambahkan lampiran berupa tabel serta
penjelasan-penjelasan terkait dengan tata cara penentuan tanggal atau waktu
kapan yang tepat untuk melakukan upacara-upacara adat tersebut.
B.
Pembahasan
Nilai-nilai dan norma-norma itu dibentuk sesuai dengan kebutuhan
masyarakat setempat yang pada akhirnya menjadi adat istiadat. Masyarakat Jawa
memiliki bermacam upacara tradisional yang merupakan pencerminan bahwa semua
perencanaan, tindakan dan perbuatan telah diatur oleh tata nilai yang luhur.
Dalam buku Upacara Tradisional Masyarakat Jawa, menjelaskan upacara-upacara
adat Jawa mulai dari alasan mengapa dilakukan upacara tersebut sampai pada
proses dan hal-hal apa saja yang diperlukan dalam upacara itu.
Ada empat upacara dan selamatan yang diterangkan yakni selamatan
bagi wanita hamil sampai melahirkan, upacara tingkeban, upacara tedak
Siten dan upacara ruwatan.
Ø Selamatan bagi wanita hamil sampai melahirkan merupakan sebuah
selamatan yang hendaknya diadakan untuk keselamatan sang bayi. Selamatan ini
diadakan pada saat kandungan berusia dua bulan, empat bulan, tujuh bulan dan
sembilan bulan. Selain selamatan, ada juga tata cara untuk merawat bayi yang
sudah lahir. Setelah bayi itu lahir, perawatan pertama dimulai dari ari-ari (plasenta)
dimasukkan kedalam kendi dan dikubur dalam tanah dekat rumah. Kemudian diadakan
selamatan untuk bayi berdasarkan hari kelahirannya, isi dari selamatan ini juga
sudah ada ketentuannya menurut hari lahirnya si bayi. Selamatan sepasaran dilaksanakan
saat bayi berusia lima hari, selamatan ini sekaligus sebagai pemberian nama
kepada si bayi. Berikutnya ada selamatan selapanan dilakukan saat bayi
berusia 35 hari, ini berguna untuk tulak balak atau agar tidak terkena
guna-guna dan terlepas dari segala macam bahaya. Apaila anak perempuan telah
berusia 8 tahun, diadakan selamatan tetesan atau dikenal dengan sunatan,
dan selamatan khitanan untuk anak laki-laki berusia 13-15 tahun.
Ø Upacara tingkeban, yakni upacara yang dilaksanakan saat usia
kandungan memasuki tujuh bulan. Dalam upacara ini terdapat ritual siraman atau
memandikan calon ibu dengan air kembang setaman disertai doa-doa. Siraman ini dilakukan
oleh tujuh orang wanita sesepuh, ayah dan ibu, kedua mertua dan juga keluarga
terdekat.
Ø Upacara tedak siten, dilakukan bilamana si anak berusia
tujuh lapan yaitu 7x35 hari. Tedak siten atau turun tanah,
memperkenalkan anak untuk pertama kalinya kepada bumi. Upacara ini dilakukan
dengan pengharapan agar kelak si anak kuat dan mampu berdiri sendiri dalam
menghadapi rintangan kehidupan.
Ø Upacara ruwatan, yakni upacara yang diadakan untuk membebaskan
anak dari aib dan dosa serta menghindarkan diri dari malapetaka. Upacara ruwatan
dipimpin oleh seorang dalang yang sudah sepuh atau sudah berpengalaman.
Pada buku ini juga dijelaskan konsep pendidikan remaja, setiap anak
dididik agar selalu berbakti kepada orang tua dan membawa nama baik orang tua
dan semua keluarga, menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa. Ada
beberapa konsep pendidikan yang digunakan masyarakat Jawa, diantaranya hiduplah
prihatin, kesetiaan kebenaran dan kejujuran, sikap hati-hati dan selalu
waspada, pendidikan keutamaan dan lain sebagainya.
Berikutnya yang dibahas ialah watak manusia yang dilihat dari
tanggal kelahirannya, wuku dan sifat atau tabiatnya. Masyarakat Jawa percaya
bahwa setiap anak memiliki karakter dan sifat yang berbeda-beda sesuai dengan
tanggal kelahirannya. Tanggal yang dimasukkan adalah tanggal perhitungan bulan
Jawa, hal ini dapat dilihat dalam kalender-kalender nasional yang dilengkapi
tanggal/bulan Jawa. Wuku juga masih dikenal oleh masyarakat Jawa untuk
perhitungan waktu dan wuku berhubungan dengan tingkah laku atau tabiat
manusia. Wuku dapat dikatakan ilmu perbintangan atau astronomi, wuku dihubungkan
dengan hari dan weton dari kelahiran seseorang dan bukan dikaitan dengan
bulan dan tanggal kelahiran.
Buku karangan Thomas Wiyasa ini juga memberikan penjelasan mengenai
sifat-sifat bulan Jawa. Masyarakat Jawa akan segera mengetahui saat-saat yang
baik dalam melakukan segala sesuatu dengan melihat tanggal dan bulan Jawa.
Selain itu, juga dijelaskan manfaat mengadakan selamatan pada bulan-bulan
tersebut. Masyarakat Jawa mempercayai bahwa siapa saja yang suka rela
mengadakan selamatan bulan untuk persembahan dengan tulus dan ihklas, maka akan
mendapatkan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Selamatan ini juga
dapat memudah rezeki, mendapatkan keuntungan dijauhkan dari marabahaya dan
diberikan derajat luhur. Hal ini juga mempermudah seseorang dalam segala
upayanya dengan catatan tidak bertentangan dengan ajaran Tuhan Allah Yang Maha
Pemurah. Misalnya pada bulan Muharam sedekah selamatan dilakukan pada tanggal 8
atau pada hari Jumat. Sedekahnya berupa bubur yang dicampuri botor (biji
kecipir), jagung, kacang, gude (sejenis kacang-kacangan), klungsu
(biji asam), kemangi, kacang hijau, merica putih, dan isi delima. Pelengkapnya
kembang konyoh, dupa (ratus) atau menyan, madu, uang semampunya, doa
yang dipersembahkan kepada Baginda Hasan-Husein.
Cara membangun dan memperbaiki rumah pun juga terdapat dalam buku
ini. Membangun dan memperbaiki rumah hendaknya menunggu saat yang baik dengan
maksud agar cepat selesai dan selamat tidak ada halangan. Saat baik yang
dimaksud adalah mengenai hari dan saat mulai mengerjakan pembangunan rumah,
misalnya jika dilaksanakan pada hari senin, maka dimulai pilih salah satu pukul
08.00; 10.00; 13.00; 15.00; atau pukul 17.00. Selain memilih jam mulai juga
memilih bulan yang pas untuk membangun atau memperbaiki rumah. Saat yang baik
yakni pada bulan Ba’damulud atau Rabi’ul Akhir sampai Dzulkaidah, apabila
dikerjakan pada bulan Besar atau Dzulhijjah sampai Mulud atau Rabi’ul Awal maka
akan mendapat celaka.
Masyarakat Jawa memiliki sistem kekerabatan yang didasarkan pada
prinsip bilateral. Semua kakak pria maupun wanita beserta istri ataupun suami masing-masing
diklasifikasikan menjadi satu dengan satu islitah siwa atau uwa. Adapun
adik-adik dari ayah maupun ibu juga diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin.
Paman untuk adik laki-laki dan bibi untuk adik perempuan. Adat pernikahan dalam
masyarakat Jawa tidak memperbolehkan dua orang menikah apabila mereka merupakan
saudara sekandung, apabila mereka adalah anak dari dua orang pria yang
sekandung, saudara sepupu, dan apabila pihak pria lebih muda dari pihak wanita.
Bentuk pernikahan lain yang diperbolehkan disebut ngarang wulu serta
wayuh. Pernikahan ngarang wulu adalah menikahnya duda karena
istrinya meninggal dunia dengan adik atau salah satu adik dari almarhumah
istrinya, dengan syarat harus sudah mencapai selama 100 hari istrinya wafat.
Pernikahan ini adalah menikahnya seorang pria dengan lebih dari satu wanita
(poligami).
Masyarakat Jawa memiliki peraturan dalam menyandang gelar yang mana
tidak semua orang dapat menyandang gelar. Pada saat ini, keluarga bangsawan
Yogyakarta ataupun Surakarta, sudah terpancar keseluruh Indonesia. Mereka yang
mendapat gelar ada yang masih menyantumkan titel kebangsawanannya, dan juga ada
yang tidak ingin dicantumkan. Ada pula yang menyantumkan titelnya sewaktu-waktu
atau disaat tertentu. Apabila bangsawan tersebut sebagai pejabat pemerintah,
titel kebangsawanannya tidak disandang, cukup menyandang jabatannya saja.
Orang-orang yang berhak menyandang gelar “raden mas” adalah semua keturunan
raja baik keturunan pria maupun wanita.
Buku ini juga memberikan informasi kepada pembaca terkait dengan
ramuan-ramuan obat untuk wanita hamil, seperti ramuan minyak kelapa dicampur
dengan perasan kunyit dan air digunakan untuk wanita yang sedang hamil supaya
lancar bila melahirkan. Ramuan ini diminum sejak hamil 6 sampai 8 bulan, setiap
hari tiga kali satu sendok makan. Ramuan khusus untuk kehamilan umur 1 sampai 3
bulan, ramuan obat yang digunakan yakni dringo, bangle, kunyit, temulawak,
cabe, bawang putih, temukus, lempuyang, kembang sepatu, dipipis sampai halus
dan diberi air matang.
Setelah dijelaskan perawatan anak dari lahir hingga mendapat
gelar-gelar yang sudah disebutkan diatas, akhirnya pengarang juga memaparkan
mengenai tata cara perawatan jenazah. Menjelang meninggal dunia, seseorang
sudah mendapatkan tanda-tanda sehingga dapat memperkirakan saatnya meninggal,
meskipun hal ini tidak selalu tepat namun apabila meleset, hanya beberapa menit
saja. Apabila waktu yang telah diperhitungkan tidak sesuai, tentu ada
sebab-sebabnya seperti memiliki pusaka, kesaktian, dan memiliki ilmu-ilmu
lainnya sebagai penguat diri.
Pada saat jenazah dibaringkan, perlu diberi garis dengan kunyit
sampai tebal. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir bau yang dikeluarkan oleh
jenazah. Selain itu, hendaknya jenazah tidak dimandikan terlebih dahulu jika menunggu
dikebumikan lebih dari 24 jam. Setelah jenazah dibaringkan dengan rapi, pihak
keluarga memberitahukan kepada tetangga sekitar dan sanak saudara yang jauh.
Sementara menunggu saudara yang jauh, pihak keluarga berunding mengenai tata
cara perawatan jenazah sebaik-baiknya. Perawatan jenazah pada masyarakat Jawa,
yakni menyucikan atau memandikan, menata atau merapikan jenazah, mengadakan
upacara doa, penghormatan terakhir
kepada jenazah, dan upacara pemakaman. Setelah melalui tahap-tahap tersebut,
terdapat acara selamatan untuk orang meninggal. Adapun selamatannya adalah selamatan
pada hari geblak, yakni dilakukan tepat dihari meninggalnya. Selamatan
yang diadakan ialah nasi putih yang di atasnya diletakkan nasi tumpeng terbelah
dua beserta dengan lauknya, seperti sambal goreng, semur buncis, bihun goreng,
irisan telur dadar, dan lain sebagainya. Selamatan ini juga dihidangkan dalam selamatan
hari ketiga (telung dinane), hari ketujuh, hari keempat puluh, hari
keseratus, mendak sepisan (satu tahun sesudah meninggal), mendak
pindo (dua tahun sesudah meninggal), mendak telu/nyewu (tiga tahun
sesudah meninggal) atau hari keseribu.
C.
Komentar
Berdasarkan penjelasan secara detil dan disertakan foto terkait
dengan beberapa ritual serta menyertakan lampiran yang memberikan informasi
kepada pembaca disajikan dalam bentuk tabel, buku ini dapat memberikan
pemahaman secara gamblang kepada pembaca. Penulis juga menjelaskan beberapa
istilah Jawa, namun ada istilah yang belum pereview pahami seperti dalam
penggambaran mengenai upacara ruwatan, penulis belum menjelaskan secara spesifik
mengenai upacara tersebut. Buku ini merupakan buku yang ringan untuk dibaca,
karena buku ini tidak menekan pembaca untuk berpikir secara mendalam. Buku
Upacara Tradisional Masyarakat Jawa menambahkan wawasan kepada pembaca non Jawa
umumnya dan pemahaman pada masyarakat Jawa khususnya.