Selasa, 27 November 2018

Review: Upacara Tradisional Masyarakat Jawa karya Thomas Wiyasa Bratawidjaja


REVIEW BUKU
UPACARA TRADISIONAL MASYARAKAT JAWA
Karya: Thomas Wiyasa Bratawidjaja
Direview oleh: Tri Kodariya Nisa


Identitas Buku:
Judul buku                  : Upacara Tradisional Masyarakat Jawa
Pengarang                   : Thomas Wiyasa Bratawidjaja
Penerbit                       : Pustaka Sinar Harapan
Tahun terbit                 : 1988
Kota Terbit                  : Jakarta
Jumlah halaman           : 146 halaman
A.    Pengantar
Buku berjudul “Upacara Tradisional Masyarakat Jawa” merupakan buku yang disusun oleh Drs. Thomas Wiyasa Bratawidjaja. Beliau menyusun buku ini untuk melengkapi buku yang berjudul “Upacara Perkawinan Adat Jawa” karena buku tersebut dirasa masih memiliki banyak kekurangan, disana hanya membahas mengenai adat perkawinannya saja, sedangkan masih banyak upacara-upacara adat lainnya pada masyarakat Jawa. Penulisan buku ini juga dimaksudkan untuk menghimpun, menata dan menyunting kembali sesuai dengan perkembangan zaman dengan tidak mengurangi inti, makna, maksud dan dasar dari pelaksanaan berbagai upacara adat masyarakat Jawa. Buku ini disusun berdasarkan buku-buku lama, majalah-majalah populer, monografi, diktat-diktat serta pengamatan langsung proses pelaksanaan upacara adat.
Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku didaerah tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa disetiap daerah memiliki upacara-upacara adat yang merupakan ciri khas dari tiap-tiap daerah. Upacara adat merupakan bentuk perwujudan dari adat istiadat itu sendiri. Upacara adat dalam masyarakat pada umumnya dan masyarakat Jawa khususnya ialah cerminan bahwa semua merupakan rencana, tindakan dan perbuatan yang telah diatur oleh tata nilai luhur. Tata nilai luhur inilah yang diwariskan kepada generasi ke generasi berikutnya.
Buku ini memaparkan berbagai tata upacara adat yang ada dalam masyarakat Jawa dari manusia itu masih dalam kandungan sampai pada kematian. Thomas Wiyasa membagi pembahasan dalam buku ini menjadi XVI bab yang didahului oleh bab pendahuluan. Beliau juga menambahkan lampiran berupa tabel serta penjelasan-penjelasan terkait dengan tata cara penentuan tanggal atau waktu kapan yang tepat untuk melakukan upacara-upacara adat tersebut.
B.     Pembahasan
Nilai-nilai dan norma-norma itu dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat yang pada akhirnya menjadi adat istiadat. Masyarakat Jawa memiliki bermacam upacara tradisional yang merupakan pencerminan bahwa semua perencanaan, tindakan dan perbuatan telah diatur oleh tata nilai yang luhur. Dalam buku Upacara Tradisional Masyarakat Jawa, menjelaskan upacara-upacara adat Jawa mulai dari alasan mengapa dilakukan upacara tersebut sampai pada proses dan hal-hal apa saja yang diperlukan dalam upacara itu.
Ada empat upacara dan selamatan yang diterangkan yakni selamatan bagi wanita hamil sampai melahirkan, upacara tingkeban, upacara tedak Siten dan upacara ruwatan.
Ø  Selamatan bagi wanita hamil sampai melahirkan merupakan sebuah selamatan yang hendaknya diadakan untuk keselamatan sang bayi. Selamatan ini diadakan pada saat kandungan berusia dua bulan, empat bulan, tujuh bulan dan sembilan bulan. Selain selamatan, ada juga tata cara untuk merawat bayi yang sudah lahir. Setelah bayi itu lahir, perawatan pertama dimulai dari ari-ari (plasenta) dimasukkan kedalam kendi dan dikubur dalam tanah dekat rumah. Kemudian diadakan selamatan untuk bayi berdasarkan hari kelahirannya, isi dari selamatan ini juga sudah ada ketentuannya menurut hari lahirnya si bayi. Selamatan sepasaran dilaksanakan saat bayi berusia lima hari, selamatan ini sekaligus sebagai pemberian nama kepada si bayi. Berikutnya ada selamatan selapanan dilakukan saat bayi berusia 35 hari, ini berguna untuk tulak balak atau agar tidak terkena guna-guna dan terlepas dari segala macam bahaya. Apaila anak perempuan telah berusia 8 tahun, diadakan selamatan tetesan atau dikenal dengan sunatan, dan selamatan khitanan untuk anak laki-laki berusia 13-15 tahun.
Ø  Upacara tingkeban, yakni upacara yang dilaksanakan saat usia kandungan memasuki tujuh bulan. Dalam upacara ini terdapat ritual siraman atau memandikan calon ibu dengan air kembang setaman disertai doa-doa. Siraman ini dilakukan oleh tujuh orang wanita sesepuh, ayah dan ibu, kedua mertua dan juga keluarga terdekat.
Ø  Upacara tedak siten, dilakukan bilamana si anak berusia tujuh lapan yaitu 7x35 hari. Tedak siten atau turun tanah, memperkenalkan anak untuk pertama kalinya kepada bumi. Upacara ini dilakukan dengan pengharapan agar kelak si anak kuat dan mampu berdiri sendiri dalam menghadapi rintangan kehidupan.
Ø  Upacara ruwatan, yakni upacara yang diadakan untuk membebaskan anak dari aib dan dosa serta menghindarkan diri dari malapetaka. Upacara ruwatan dipimpin oleh seorang dalang yang sudah sepuh atau sudah berpengalaman.
Pada buku ini juga dijelaskan konsep pendidikan remaja, setiap anak dididik agar selalu berbakti kepada orang tua dan membawa nama baik orang tua dan semua keluarga, menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa. Ada beberapa konsep pendidikan yang digunakan masyarakat Jawa, diantaranya hiduplah prihatin, kesetiaan kebenaran dan kejujuran, sikap hati-hati dan selalu waspada, pendidikan keutamaan dan lain sebagainya.
Berikutnya yang dibahas ialah watak manusia yang dilihat dari tanggal kelahirannya, wuku dan sifat atau tabiatnya. Masyarakat Jawa percaya bahwa setiap anak memiliki karakter dan sifat yang berbeda-beda sesuai dengan tanggal kelahirannya. Tanggal yang dimasukkan adalah tanggal perhitungan bulan Jawa, hal ini dapat dilihat dalam kalender-kalender nasional yang dilengkapi tanggal/bulan Jawa. Wuku juga masih dikenal oleh masyarakat Jawa untuk perhitungan waktu dan wuku berhubungan dengan tingkah laku atau tabiat manusia. Wuku dapat dikatakan ilmu perbintangan  atau astronomi, wuku dihubungkan dengan hari dan weton dari kelahiran seseorang dan bukan dikaitan dengan bulan dan tanggal kelahiran.
Buku karangan Thomas Wiyasa ini juga memberikan penjelasan mengenai sifat-sifat bulan Jawa. Masyarakat Jawa akan segera mengetahui saat-saat yang baik dalam melakukan segala sesuatu dengan melihat tanggal dan bulan Jawa. Selain itu, juga dijelaskan manfaat mengadakan selamatan pada bulan-bulan tersebut. Masyarakat Jawa mempercayai bahwa siapa saja yang suka rela mengadakan selamatan bulan untuk persembahan dengan tulus dan ihklas, maka akan mendapatkan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Selamatan ini juga dapat memudah rezeki, mendapatkan keuntungan dijauhkan dari marabahaya dan diberikan derajat luhur. Hal ini juga mempermudah seseorang dalam segala upayanya dengan catatan tidak bertentangan dengan ajaran Tuhan Allah Yang Maha Pemurah. Misalnya pada bulan Muharam sedekah selamatan dilakukan pada tanggal 8 atau pada hari Jumat. Sedekahnya berupa bubur yang dicampuri botor (biji kecipir), jagung, kacang, gude (sejenis kacang-kacangan), klungsu (biji asam), kemangi, kacang hijau, merica putih, dan isi delima. Pelengkapnya kembang konyoh, dupa (ratus) atau menyan, madu, uang semampunya, doa yang dipersembahkan kepada Baginda Hasan-Husein.
Cara membangun dan memperbaiki rumah pun juga terdapat dalam buku ini. Membangun dan memperbaiki rumah hendaknya menunggu saat yang baik dengan maksud agar cepat selesai dan selamat tidak ada halangan. Saat baik yang dimaksud adalah mengenai hari dan saat mulai mengerjakan pembangunan rumah, misalnya jika dilaksanakan pada hari senin, maka dimulai pilih salah satu pukul 08.00; 10.00; 13.00; 15.00; atau pukul 17.00. Selain memilih jam mulai juga memilih bulan yang pas untuk membangun atau memperbaiki rumah. Saat yang baik yakni pada bulan Ba’damulud atau Rabi’ul Akhir sampai Dzulkaidah, apabila dikerjakan pada bulan Besar atau Dzulhijjah sampai Mulud atau Rabi’ul Awal maka akan mendapat celaka.
Masyarakat Jawa memiliki sistem kekerabatan yang didasarkan pada prinsip bilateral. Semua kakak pria maupun wanita beserta istri ataupun suami masing-masing diklasifikasikan menjadi satu dengan satu islitah siwa atau uwa. Adapun adik-adik dari ayah maupun ibu juga diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin. Paman untuk adik laki-laki dan bibi untuk adik perempuan. Adat pernikahan dalam masyarakat Jawa tidak memperbolehkan dua orang menikah apabila mereka merupakan saudara sekandung, apabila mereka adalah anak dari dua orang pria yang sekandung, saudara sepupu, dan apabila pihak pria lebih muda dari pihak wanita.
Bentuk pernikahan lain yang diperbolehkan disebut ngarang wulu serta wayuh. Pernikahan ngarang wulu adalah menikahnya duda karena istrinya meninggal dunia dengan adik atau salah satu adik dari almarhumah istrinya, dengan syarat harus sudah mencapai selama 100 hari istrinya wafat. Pernikahan ini adalah menikahnya seorang pria dengan lebih dari satu wanita (poligami).
Masyarakat Jawa memiliki peraturan dalam menyandang gelar yang mana tidak semua orang dapat menyandang gelar. Pada saat ini, keluarga bangsawan Yogyakarta ataupun Surakarta, sudah terpancar keseluruh Indonesia. Mereka yang mendapat gelar ada yang masih menyantumkan titel kebangsawanannya, dan juga ada yang tidak ingin dicantumkan. Ada pula yang menyantumkan titelnya sewaktu-waktu atau disaat tertentu. Apabila bangsawan tersebut sebagai pejabat pemerintah, titel kebangsawanannya tidak disandang, cukup menyandang jabatannya saja. Orang-orang yang berhak menyandang gelar “raden mas” adalah semua keturunan raja baik keturunan pria maupun wanita.
Buku ini juga memberikan informasi kepada pembaca terkait dengan ramuan-ramuan obat untuk wanita hamil, seperti ramuan minyak kelapa dicampur dengan perasan kunyit dan air digunakan untuk wanita yang sedang hamil supaya lancar bila melahirkan. Ramuan ini diminum sejak hamil 6 sampai 8 bulan, setiap hari tiga kali satu sendok makan. Ramuan khusus untuk kehamilan umur 1 sampai 3 bulan, ramuan obat yang digunakan yakni dringo, bangle, kunyit, temulawak, cabe, bawang putih, temukus, lempuyang, kembang sepatu, dipipis sampai halus dan diberi air matang.
Setelah dijelaskan perawatan anak dari lahir hingga mendapat gelar-gelar yang sudah disebutkan diatas, akhirnya pengarang juga memaparkan mengenai tata cara perawatan jenazah. Menjelang meninggal dunia, seseorang sudah mendapatkan tanda-tanda sehingga dapat memperkirakan saatnya meninggal, meskipun hal ini tidak selalu tepat namun apabila meleset, hanya beberapa menit saja. Apabila waktu yang telah diperhitungkan tidak sesuai, tentu ada sebab-sebabnya seperti memiliki pusaka, kesaktian, dan memiliki ilmu-ilmu lainnya sebagai penguat diri.
Pada saat jenazah dibaringkan, perlu diberi garis dengan kunyit sampai tebal. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir bau yang dikeluarkan oleh jenazah. Selain itu, hendaknya jenazah tidak dimandikan terlebih dahulu jika menunggu dikebumikan lebih dari 24 jam. Setelah jenazah dibaringkan dengan rapi, pihak keluarga memberitahukan kepada tetangga sekitar dan sanak saudara yang jauh. Sementara menunggu saudara yang jauh, pihak keluarga berunding mengenai tata cara perawatan jenazah sebaik-baiknya. Perawatan jenazah pada masyarakat Jawa, yakni menyucikan atau memandikan, menata atau merapikan jenazah, mengadakan upacara doa,  penghormatan terakhir kepada jenazah, dan upacara pemakaman. Setelah melalui tahap-tahap tersebut, terdapat acara selamatan untuk orang meninggal. Adapun selamatannya adalah selamatan pada hari geblak, yakni dilakukan tepat dihari meninggalnya. Selamatan yang diadakan ialah nasi putih yang di atasnya diletakkan nasi tumpeng terbelah dua beserta dengan lauknya, seperti sambal goreng, semur buncis, bihun goreng, irisan telur dadar, dan lain sebagainya. Selamatan ini juga dihidangkan dalam selamatan hari ketiga (telung dinane), hari ketujuh, hari keempat puluh, hari keseratus, mendak sepisan (satu tahun sesudah meninggal), mendak pindo (dua tahun sesudah meninggal), mendak telu/nyewu (tiga tahun sesudah meninggal) atau hari keseribu.
C.    Komentar
Berdasarkan penjelasan secara detil dan disertakan foto terkait dengan beberapa ritual serta menyertakan lampiran yang memberikan informasi kepada pembaca disajikan dalam bentuk tabel, buku ini dapat memberikan pemahaman secara gamblang kepada pembaca. Penulis juga menjelaskan beberapa istilah Jawa, namun ada istilah yang belum pereview pahami seperti dalam penggambaran mengenai upacara ruwatan, penulis belum menjelaskan secara spesifik mengenai upacara tersebut. Buku ini merupakan buku yang ringan untuk dibaca, karena buku ini tidak menekan pembaca untuk berpikir secara mendalam. Buku Upacara Tradisional Masyarakat Jawa menambahkan wawasan kepada pembaca non Jawa umumnya dan pemahaman pada masyarakat Jawa khususnya.

Selasa, 21 November 2017

PERADABAN MAROKO

MAROKO

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Sejrah Umat Islam
Kawasan Afrika dan Andalusia
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Mundirin Yusuf, M.SI.




 DISUSUN OLEH:

Tri Kodariya Nisa
NIM. 16120016




JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2017
DAFTAR ISI

 




BAB I

PENDAHULUAN

Orang Arab menyebutnya Al-Mamlaka Al-Maghribiya atau Kerajaan Barat. Para ahli sejarah dan geografi Muslim abad pertengahan menjulukinya Al-Maghrib Al-Aqsa. Sedangkan orang Turki menyebutnya Fez. Orang Persia mengenalnya dengan nama Marrakech (Tanah Tuhan). Nama-nama tersebut kini lebih dikenal dengan Maroko. Wilayah ini merupakan pintu gerbang masuknya Islam ke Eropa. Hal ini dilihat dari para penguasa dinasti-dinasti kecil yang muncul pada kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Melalui dinasti-dinasti kecil inilah agama Islam dapat berkembang dengan luas.
1.      Biografi negara Maroko?
2.      Bagaimana proses masuknya Islam di Maroko?
3.      Bagaimana perkembangan umat Islam di Maroko?
1.      Untuk mengenal kerajaan Maroko.
2.      Untuk mengetahui proses masuknya Islam ke Maroko.
3.      Untuk mengetahui perkembangan Islam Maroko di berbagai bidang.
4.      Untuk menambah wawasan mengenai kerajaan Maroko.

Kerajaan Maroko adalah sebuah negara di bagian barat laut Afrika yang mempunyai garis pantai yang panjang dekat Samudra Altantik yang melewati Selat Gibraltar hingga ke Laut Tengah.[1] Maroko kerap kali disebut juga dengan wilayah magribi, yang nama Arabnya ialah al-Mamlakah al-Mahgribiyah dan memiliki arti kerajaan barat, sebutan ini sering dijadikan sebagai nama alternatif. Diperkirakan pada tahun 2014 jumlah penduduk Maroko yaitu 33.337.529 jiwa dan luas wilayah 446.550 km2, dengan Rabat sebagai ibukota administratif kerajaan. Maroko juga memiliki pusat kota atau kota terpenting sebagai wilayah kepemerintahan yaitu Casablanca. Sistem kepemerintahannya menggunakan sistem Monarki Kontitusional. Negara dikepalai oleh raja dan pemerintahan dikepalai oleh perdana menteri. Mata uang di negara ini ialah dirham maroko dan memiliki semboyan ‘Tuhan, Negara, Raja’.
Penduduk Maroko mayoritas beragama Islam, tercatat 98,7% dan sisanya Yahudi. Islam ditetapkan sebagai agama resmi di Maroko, pemerintah juga melindungi agama ini dari praktek kegiatan dari agama safawi, seperti Yahudi dan Masehi. Penduduknya banyak yang berasal dari keturunan bangsa Arab, sehingga bahasa yang digunakan dalam kesehariannya adalah bahasa Arab dan merupakan bahasa utama di Maroko. Penduduk asli Maroko berasal dari suku Berber , berkulit putih dari Afrika Utara namun cenderung pada kebudayaan Arab.
Maroko dikenal sebagai gerbang masuknya Islam di Afrika Utara yang merupakan daerah  terpenting dalam perkembangan Islam di daratan Eropa melewati Spanyol. Islam tidak begitu saja masuk ke wilayah ini, banyak permasalahan politik dari pemberontakan orang-orang Barbar dan orang-orang Romawi. Pemberontakan itu berlangsung sampai pada pergantian gubernur dari Hasan ibn Nu’man kepada Musa ibn Nushair tahun 708 M. Pada masa pemerintahan Musa pemberontakan semakin menjadi, namun Musa berhasil mematahkan pemberontakan mereka dengan menerapkan kebijakan “perujukan” yaitu menempatkan orang-orang Barbar kedalam pemerintahan Islam[2].
Masa pemerintahan Musa dikenal sebagai masa penaklukan yang sebenarnya, karena pada masa tersebut pemberontakan Barbar dan Romawi berhasil  dihancurkan setelah posisi politik dan dakwah Islam yang mendominasi  menyebar sangat cepat. Sebuah catatan menyebutkan bahwa masuknya Islam ke Maroko dibawa oleh bangsa Arab. Pada abad ke-7 M bangsa Arab membawa adat, kebudayaan serta ajaran Islam dan menyebarkannya kepada bangsa Barbar, sehingga pada masa itu bangsa Barbar banyak yang menganut ajaran Islam.[3] Oarang Barbar kemudian bergabung dengan angkatan perang Arab dalam menaklukkan Spanyol untuk pertama kali pada tahun 711 M. Maroko menjadi kekuasaan Abbasiyah dan berpusat di Baghdad ketika Dinasti Abbasiyah berhasil melengserkan kekuasaan Dinasti Umayyah  atas Maroko. Kejadian tersebut mendorong munculnya dinasti-dinasti kecil.
Dinasti Idrisiyah didirikan oleh Muhammad ibn Idris salah satu dari keturunan Ali bin Abi Thalib yang menganut madzhab Syi’ah. Dinasti ini merupakan dinasti Syi’ah pertama[4] yang memisahkan diri dari kekhalifahan Islam, namun sebelumnya wilayah ini mayoritas bermadzhab Khawarij. Idris ikut serta dalam pemberontakan melawan Abbasiyah di Hijaz dan melarikan diri ke Mesir sebelum sampai di Maroko. Idris diangkat menjadi pemimpin kaum Barbar yang terkenal kuat dan gagah. Selain itu, Idris juga memusatkan pemerintahan di kota Fez yang letaknya jauh dari kota Baghdad, sehingga Bani Abbas enggan untuk mengirim pasukan perang ke wilayah tersebut. Hal itu menjadikan dinasti ini berkuasa dalam kurun waktu yang cukup lama. Bani Abbas tidak menyerang dinasti kecil ini karena jika khalifah Bani Abbas menyerang, pastilah Idrisiyah juga berani membalas serangan itu.
Pada kekuasaan Harun al-Rasyid, Bani Abbas menyerang Idrisiyah dengan strategi yang baik, yaitu dengan mengirim seorang bernama Sulaiman ibn Jarir yang ditugaskan sebagai penentang Bani Abbas dan meminta perlindungan dari Idris[5]. Strategi tersebut berjalan lancar, hingga akhirnya Sulaiman mampu melenyapkan Idris I. Namun sepeninggalan Idris, dinasti ini tidak begitu saja runtuh. Masa kejayaan dinasti ini dipegang pada masa Yahya IV. Karena dinasti ini terletak antara kekuatan Islam besar yaitu Umayyah di Andalusia dan Fatimiah di Afrika Utara,[6] menjadikan kesempatan emas bagi panglima dari Hakam II di Andalusia, yaitu Ghalib Billah untuk melakukan aneksasi kepada wilayah Idrisiyah dan berakhirlah dinasti ini.
Setelah dinasti Idrisiyah tumbang, bangsa Arab kehilangan sistem politiknya di Maroko. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Dinasti Fatimiah yang beraliran Syi’ah, dan direbutnya pada tahun 364 H/974 M, dinasti ini berkuasa sampai pada 1171 M. kemudian Maroko dikuasai oleh Dinasti Al-Murabithun dengan ibukota Marrakech. Kekuasaan dinasti ini meliputi seluruh bagian Gurun Sahara, Afrika bagian Barat Laut, dan Spanyol.[7] Meski demikian, dinasti ini tetap mengakui kekhalifahan Abbasiah di Baghdad dan mendapat pengesahan dengan Gelar Amir Al-Muslimin.
Nama Murabithun diambil dari kata ribat (madrasah), yaitu tempat untuk para pengikut tarekat yang digembleng agar taat beribadah dan menuntut ilmu. Berasal dari gemblengan tersebut, muncullah semangat jihad fi sabilillah yakni berjuang di jalan Allah SWT dan bertujuan untuk menegakkan agama-Nya. Asal dari Ribat inilah kemudian lahir sebuah negara yang sangat berperan dalam sejarah Islam di Afrika Utara dan Spanyol.
Telah disebut bahwa Maroko adalah gerbang masuknya Islam di Afrika Utara dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan Eropa. Hal ini dibuktikan pada kemenangan yang diraih oleh Yusuf bin Tasyfin (453-500 H/1061-1107 M). Saat itu ia diutus oleh Mu’tamid bin Ibad (raja Sevilla-Spanyol) guna melawan pasukan Kristen yang akan melenyapkan Islam. Pada 12 Rajab 479 (23 Oktober 1086) pecah perang di Zakalla dan Yusuf bin Tasyfin menang dengan gemilang. Pada masa kepemimpinannya, banyak terjadi kemajuan diberbagai bidang. Namun stelah Yusuf wafat, Andalusia mengalami kemerosotan. Putranya menikah dengan seorang Nasrani dan membuat simpati kaum muslim menurun. Akhirnya, dinasti ini ditaklukan oleh al-Muwahhidun dari Afrika Utara.[8]
Setelah lengsernya Dinasti Al-Murabithun, Maroko menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Al-Muwahhidun (1121-1269). Nama Muwahhidun dinisbahkan pada pengakuan para penguasa sebagai orang yang bertauhid secara benar. Pada masa Abu Ya’kub Yusuf bin Abdul Mu’min (558-580 H/1163 M), kota Marrakech menjadi salah satu pusat peradaban sains, sastra, dan menjadi pengayom kaum muslim untuk mempertahankan Islam dari orang-orang Kristen. Selain itu, Abdul Mu’min juga mengirimkan bantua kepada Alahuddin Yusuf Al-Ayyubi melawan pasukan Kristen dalam Perang Salib.[9]
Abdul Mu’min membangun Andalusia dengan baik dan teratur, dinasti ini semakin kuat dan berpengaruh dengan beberapa khalifah yang telah membawa dinasti ini pada masa keemasan. Namun seluruh kekuasaan dinasti ini jatuh ke tangan orang Kristen kecuali daerah Granada yang masih dikuasai oleh Dinasti Nasar. Dinasti Al-Murabithun dan Al-Muwahhidun ini merupakan sebuah pembaruan agama. Pada periode ini muncul juga ilmuwan terkemuka di Andalusia. Seperti Ibnu Hamzah, Hasan ibn Haisyam 965-1039 M, Ibn Bajah W. 1138 M, Ibn Rusyd 1126-1198 M, Ibn Arabi 1165-1240 M, dan masih banyak lagi yang membawa kejayaan Islam dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan yang lain.[10]




Maroko modern, sebagai negara Islam yang berbentuk kerajaan, banyak dipengaruhi oleh Allal Al-Fasi dengan konsep Neo-Salafiyah-nya. Ia pernah menjadi menteri agama, sehingga banyak pembelajaran dari pemikiran Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani, Voltaire, dan Montesquie. Hukum Islam yang berlaku ialah fiqh madzhab Maliki, terutama dalam hukum keluarga. Hukum pidana dan perdata mengikuti hukum modern namun tetap berpedoman pada madzab tersebut. Terdapat kesenjangan antara ulama tradisional lulusan Al-Azhar dan kaum modernis yang berpendidikan Barat. Raja adalah Amir Al-Mukminin, bahkan Khalifah Allah SWT yang dipilih oleh majelis ulama melalui baiat. Kekuasaan raja tidak bersifat absolut karena ada konstitusi.
Rakyat di negara ini memeluk agama Islam hampir 98,7%. Memang di penguasaan dengan agama Islam, namun ada juga agama Nasrani dan  Yahudi. Sekitar kurang lebih 30 juta jiwa jumlah penduduk yang ada di negara ini. Bahasa arab digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebab merupakan bahasa resmi di negara ini. Walaupun begitu, bahasa Barbar, bahasa Spanyol serta bahasa Perancis, juga tetap dipakai meskipun dalam keadaan tertentu saja.
Bahasa Arab memang merupakan bahasa resmi di negara ini, namun saat pengaplikasian di dalam kegiatan sehari-hari lebih banyak menggunakan bahasa Perancis. Kegiatan yang menggunakan bahasa Perancis antara lain saat menjelaskan hal berkaitan dengan pendidikan maupun yang berkaitan dengan masalah mengenai administrasi negara. Meskipun demikian dan menempati bahasa yang kedua, akan tetapi  bahasa Perancis digunakan lebih utama.
Meskipun Maroko terletak di benua Afrika, alamnya tak jauh berbeda dengan wilayah Asia yang subur dan hijau, sehingga seringkali pelancong dari manca negara tercengang melihat kesuburan tanah Maroko yang dipenuhi dengan pepohonan dan penghijauan di wilayah tersebut. GDP Tahun 2010, mencapai US$ 103,5 milyar dan GDP Perkapita US $ 4.800, dengan ekspor utama phospat, pupuk alam / kimia, asam phospat, buah sitrus, sardin, produk garmen, produk kelautan. Sejak dipimpin Raja Muhammad VI, Maroko mengalami kemajuan  pesat. Pemerintah memberikan perhatian yang besar  akan ekonomi dan kehidupan rakyat, termasuk pembangunan infrastruktur jalan tol, airport dan pelabuhan, Maroko mengalami kemajuan sehingga kehidupan di Maroko dapat diibaratkan seperti di negara-negara di Eropa Selatan. 
Daerah tersubur negara ini adalah Casablanca, 90% lahan ditanami dengan biji-bijian. Gandum ialah jenis bijian yang paling banyak diproduksi, jewawut dan jagung juga merupakan hasil yang cukup penting. Sebagian dari penduduk Maroko juga melakukan peternakan hewan, seperti biri-biri, sapi, keledai, kuda, dan bagal.
Sejak awal 2000-an tingkat partisipasi pendidikan terus meningkat disemua jenjang pendidikan. Pada tahun 2004-2006 tingkat kelulusan SD naik dari 57,8% menjadi 61,7%. Kemudian pada tahun 2011 pendidikan nasional Maroko mulai diterapkan dengan empat asas, yaitu: 1) agama Islam yang toleran; 2) identitas sejarah peradaban Maroko/Magribi; 3) peradaban yang merupakan perpaduan antara budaya Afrika, Eropa, Arab, Berber, serta konvensi internasional; 4) pendidikan kewarganegaraan. Melalui empat asas inilah anak-anak Maroko diajarkan bagaimana beragama yang benar menurut madzhab resmi, yaitu madzhab Maliki, bagaimana mereka memahami budaya Maghribiyah, dan belajar mengenai suatu hal perbuatan ataupun bertingkah laku serta berinteraksi kepada sesama muslim dan bergaul dengan penganut agama lain.
Negara Maroko merupakan negara yang berada dikawasan Afrika Utara di bagian paling barat, sehingga dijuluki dengan nama al-Mahgribi. Maroko memiliki sekitar kurang lebih 30 juta jiwa pada tahun 2014. Penduduk aslinya berasal dari suku Berber, dan mayoritas beragama Islam serta menggunakan sistem monarki konstitusional dalam kepemerintahannya. Ekspansi Islam ke Maroko dimulai ketika negeri itu ditaklukkan oleh Musa bin Nusair pada masa Al-Walid I bin Abdul Malik (Dinasti Umayyah). Sebagian berpendapat bahwa Islam dibawa oleh orang Arab yang menyerbu wilayah itu pada tahun 683. Selain itu, melalui dinasti-dinasti kecil yang ada, menjadikan wilayah kekuasaan Islam mengalami masa keemasan dan banyak menghasilkan ilmuwan-ilmuwan di berbagai bidang.
Maroko mengalami kemajuan di bidang politik, sosial, ekonomi, serta pendidikan. Hal tersebut membawa Maroko menjadi negara yang mandiri, penetapan hukum yang berlandaskan keislaman dan dipimpin oleh raja. Bahasa yang mereka gunakan dalam kesehariannya yaitu bahasa Arab dan Prancis. Masyarakatnya memanfaatkan alam yang subur dengan menanaminya biji-bijian dan juga memelihara hewan ternak. Pendidikan nasional Maroko mulai diterapkan pada tahun 2011 yang didasari oleh empat asas.
Abdul, M. Karim. 2011. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam.Yogyakarta: Bagaskara.

Kandu, Amrullah. 2010. Ensiklopedia Dunia Islam. Bandung. Cv Pustaka Setia.

Maryam, Siti dkk. 2012. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta. Lesfi.

Ruslan, Heri dkk. Menyusuri Kota Jejak Kejayaan Islam. Jakarta Selatan. Harian Republika.

https://brainly.co.id/tugas/12575776. (Diakses pada 14 November 2017).



[1] Amrullah Kandu, Ensiklopedia Dunia Islam, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2010), hlm. 451.
[2] Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:Lesfi, 2012), hlm. 222.
[3] Heri Ruslan dkk, Menyusuri Kota Jejak Kejayaan Islam, (Jakarta Selatan: Harian Republika), hlm. 107.
[4] Ibid.., hlm. 109.
[5] Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:Lesfi, 2012), hlm. 224.
[6] M. Abdul Karim,Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara, 2011), hlm. 188.
[7] Amrullah Kandu, Ensiklopedia Dunia Islam,...hlm. 452.
[8] M. Abdul Karim,Sejarah Pemikiran dan Peradaban..., hlm. 244
[9] Amrullah Kandu, Ensiklopedia Dunia Islam,...hlm. 452.
[10] Ibid,..., hlm. 244